Kopi Bali VS Kopi Jawa

By Anna - April 14, 2020

Bulan Februari lalu beberapa kamar sedang direnovasi di komplek guest house yang saya tempati. Mbak Nik (asisten rumah tangga yang bertugas bersih-bersih untuk tamu harian) sempat cerita kalau beberapa kamar atapnya bocor dan beberapa yang lain di dindingnya perlu dicat ulang, dan sebagainya. Meski banyak yang harus dikerjakan, saya perhatikan hanya ada dua tukang yang bekerja.


Suatu pagi, mbak Nik datang tergopoh-gopph ke kamar saya.
“Bu Anna, saya boleh minta air panas? Mau buatin kopi buat tukang, tapi gas di kamar renov sedang habis.”
Saya yang baru saja selesai sarapan, mengangguk mengiyakan. Berhubung tidak ada dispenser air panas, sayapun merebus air menggunakan cerek. Tak lama, mbak Nik kembali datang dengan membawa 2 gelas ukuran tanggung (volume sekitar 350 ml) yang di dalamnya sudah ada bubuk kopi dan gula.
“ Kalau airnya sudah siap, saya minta tolong tuangin ya Bu. Saya tinggal sebentar ya, mau kunci pintu kamar depan dulu. Makasih ya.” Dan mbak Nik langsung ngibrit. 

Air di cerek sudah mendidih. Sembari mematikan kompor, saya sempat memperhatikan bubuk kopi dan gula di dalam masing-masing gelas jumlahnya sedikit sekali. Kalau gelasnya segede ini dan kopinya seuprit gini, ya mana berasa kopi kalau dituang air. Jangan-jangan orang Bali suka minum kopi encer? Ah sudahlah. Sayapun tuang airnya sekitar 70% volume gelas. Ya disesuaikan dengan gelasnya dong ya?

Tak lama mbak Nik datang untuk mengambil kopinya dan langsung terheran-heran.
“Bu Anna, airnya kok banyak amat?”
Gantian saya yang bingung.
“ Lah kan gelasnya gede mba Nik.” Jawab saya polos.
Mbak Nik spontan tertawa. 
“Saya tidak punya cangkir kecil, Bu Anna. Makanya pakai gelas yang ada. Lagipula orang Bali minum kopi cuma sedikit saja, tidak seperti orang Jawa yang bisa minum kopi satu teko!” Katanya lagi sembari ngakak.
“Tapi gak apa kok bu Anna. Saya tinggal tambahin kopi dan gulanya aja. Nanti saya bilang deh sama tukang, ini kopinya kopi Jawa bukan kopi Bali.” Katanya sembari terkekeh.

Sayapun ikutan ketawa asem. Iya bener juga ya, orang Jawa biasa minum kopi dengan volume yang banyak (di kampung saya demikian, setidaknya). Saya masih ingat pak Tani di kampung saya suka membawa bekal kopi satu botol air mineral kemasan 1,5 liter. Atau satu teko. Kalau di rumah, orang tua-tua banyak yang minum kopi satu mug besar, meskipun buatnya pagi dan baru habis sorenya.

Mbak Nik kembali ke kamar saya masih mesam mesem, lalu cerita.
“Saya jadi ingat, dulu ada tukang orang Jawa. Saya buatin kopi eh cuma diminum sedikit lalu ditinggal kerja. Saya pikir tukang itu tidak suka kopinya atau sudah selesai minumnya. Ya sudah otomatis saya beresin. Eh tidak lama pak tukang balik dan nanyain kopinya dimana. Dia bilang ya kopi diminumnya dikit-dikit bu. Orang Jawa itu lucu ya, minum kopi kok dicicil dikit-dikit macam kredit panci. Hahaha!”
Saya ikutan ketawa. Ya memang sih, orang Jawa menyeduh kopi dengan volume yang tidak tanggung-tanggung, tapi ya biasanya diminum sedikit demi sedikit. Bisa-bisa sore baru habis. Sedangkan orang Bali minum kopi dengan volume jauh lebih sedikit, tapi diminum sekaligus selagi masih panas. Owalah, ada-ada saja.

Mbak Nik pamit karena harus melanjutkan aktivitas bersih-bersihnya. Dan saya masuk ke kamar dan langsung menyeruput kopi dalam mug kesayangan yang sudah dingin, karena dibuat sudah dua jam yang lalu. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar