Masih ingat dengan trainee saya
yang bernama Ben? Iya, salah satu trainee yang pernah saya bahas juga di blog
ini April lalu. Trainee saya yang lain waktu itu, saya kira akan sama saja
konyolnya dengan si Ben ini. Ternyata saya salah sangka, si Chandra (trainee
saya satunya lagi) bener-bener anak baik dan 'berbakti' pada trainernya.
Jadilah saya gak jadi nulis yang aneh-aneh tentang si Chandra. Hehehehe..
Saya kira trainee saya yang
bernama Ben (baca ulasan tentang si ben ini di sini)
adalah trainee paling konyol yang pernah saya temui seumur hidup saya.
Nyatanya, setelah si Ben pergi, saya dapat dua trainee yang konyol-nya
naudzubillah, alias amit-amit jabang baby. Trainee saya ini cewek semua,
satunya anak Bali asli sedangkan satunya dari Banyuwangi, Jawa timur. Karena
cewek, yah saya kira mereka bakalan kalem dan jaim-lah. Pertama datang sih
mereka malu-malu kucing, sekalinya seminggu disini, ketahuan sudah kelakuan
aslinya.
Salah satu Trainee saya yang
cewek ini namanya si Deaby. Ngefans banget dengan yang berbau-bau Korea dan
Jepang. Kalau ada tamu Jepang atau Korea yang unyu-unyu, mulutnya langsung
nyeplos, “ aduh mbak.. lihat deh ini cowok. Gantengnya..”. Dan sayapun hanya bisa
mengelus dada menyaksikan kelakuan trainee satu ini yang paling gak bisa diam
kalau saya lagi handle tamu Jepang atau Korea.
“Biar aku yang antar luggagenya
mbak..” Si Deaby menawarkan diri. Apalagi maksudnya, kalau bukan mau
deket-deketan dengan si cowok unyu Korea. Kadang, tak peduli betapa besar koper yang harus diantar. Tak peduli si cowok ada
gandengannya, masih sempat-sempatnya dia tebar pesona.
“Siapa tahu nantinya dia jatuh
cinta padaku, mbak.” Katanya lagi. Ngarep. Begini nih kalau kebanyakan nonton
film drama Korea. Saya tepuk jidat. Ya sudahlah…
Minggu berikutnya saya si Deaby
yang saat itu seharusnya belum resmi jadi pengikut saya, jadi mengikuti
schedule saya karena senior yang seharusnya dia ikuti schedulnya hari itu tukar
off. Saya sih senang-senang saja, secara si Deaby ini anak yang rajin dan
sedikit banyak dia sudah bisa membantu saya dalam proses check in dan check
out. Singkat cerita, siang itu saya sedang menghandle seorang bule Australia
yang ehm! Ehm! Baru saja saya meminta pasportnya, si Deaby dengan sigap
menawarkan bantuan untuk memfotokopi paspor tersebut. Bener-bener deh, trainee
idola.
“Sekalian aku ambilkan
registration card-nya ya mbak.” Katanya lagi. Tuh, kan? Apa saya bilang. Ciamik
deh ini anak.
“Eh, namanya Jones ya mbak.
Jomblo ngenes. Hihihi.” Si Deaby lagi. Mungkin tanpa tendensi apa-apa. Saya
langsung muncrat. Spontan ketawa. Konsentrasi saya seketika buyar. Jomblo
ngenes? Ini anak ada-ada saja. Bule cakep begini kok ngenes. Sayapun
melanjutkan proses check in sambil cekikikan. Dan seperti yang saya duga, si
Deaby mukanya masih innocent seperti tanpa dosa. Dasar!!!
Eniwei, trainee saya yang
satunya namanya Ami. Karena dia tidak ikut-ikutan Korean wave, saya kira dia
bakalan jadi anak yang 'normal'. Ternyata, si Ami ini jauh lebih parah daripada
si Deaby.
Jadi ceritanya suatu hari saya
minta si Ami ini nganter surat buat kamar tamu no 323. Ami menolak. Ini aneh.
Biasanya, Ami tak pernah menolak kalau dimintai tolong. Sayapun penasaran.
"Kok gak mau, Mi?
Kenapa?"
"Pusing mbak.."
Katanya. Saya kira si Ami sedang sakit saat itu dan sayapun menyarankan supaya
dia ke klinik saja dan istirahat. Ami menggeleng.
Lah, kalau gak sakit trus kenapa
dong?
"Ami gak bisa naik lift,
mbak. Kalau naik lift Ami langsung jongkok, kepala Ami pusing."
Oh My...!!!! Saya kira cuma tamu
saya yang dari daerah saja yang kena syndrom beginian. Ealah ternyata traineeku
juga sama. Saya bukannya kasian malah saya sengaja suruh dia sering-sering naik
lift. Jangan salah, bukannya saya jahat loh ya, justru demi kebaikan dia
sendiri dong. Kalau nanti sudah betulan kerja di hotel dan hotelnya bertingkat
banyak kan, mau gak mau harus naik lift. Dan ini ternyata efektif. Dua bulan
sejak hari itu (iya, saya tahu lumayan lama juga ya...) Ami tak pernah mengeluh
pusing kalau harus naik lift lagi...
Lain hari, si Ami yang sekarang
sudah bisa handle check in dan check out sendiri (siapa dulu trainernya..
hehehe), menghandle seorang tamu bule (yang kelihatannya) minta dibookingkan
paket tur. Saya sendiri kurang tau percakapan awalnya bagaimana antara Ami
dengan tamu, namun tiba-tiba Ami datang ke arah saya dan langsung tanya:
"Mbak... kalau mau lihat
respil itu dimana ya?"
Hah? Respil? Reptil maksudnya?
Ada dong jauh di pulau Komodo...
Sayapun mengkonfirmasi,
memastikan telinga saya tidak salah.
"Hah? respil?"
Si Ami mengangguk. Saya makin bingung. makhluk apakah gerangan si respil ini...
Ya sudahlah karena ogah
berdebat, sayapun berinisiatif mendatangi tamu dan bertanya mereka mau ambil
paket tur apa dan dimana.
"Yes, we would like to
go to the RICE FIELD. Where do you think I can see it?"
Oalah.. yang sedari tadi
dibilang respil respil itu ternyata RICEFIELD! RICEFIELD alias sawah!!! Perut
sayapun rasanya langsung mules menahan tawa. Saya lihat muka si Ami. Cuek saja
seperti tanpa dosa. Ampun maaaakkk, ini anak bener-bener parah. Pertama,
pengucapan ricefield yang 'males' banget sampe jadi respil. Yang kedua,
perasaan dia yang asli Bali dan saya malah pendatang, masa iya wisata sawah
tempatnya dimana aja gak tau?!
Di hari yang lain saat para
reception sedang sibuk, Ami menerima telepon dari kamar in house (kamar
yang sudah ada penghuninya alias sudah check-in) dan terlihat serius sekali.
Entah apa yang diperbincangkan, namun Ami terlihat bingung, dan seperti biasa
nanya ke saya, emaknya.
"Mbak, kamar 223 pen-nya
rusak. Kontaknya ke enggineering, kan ya?"
Saya yang sedang sibukpun kontan
nyelutuk seenaknya.
"Ya kamu kirim pen kamu aja
lah. Ngapain manggil engineering segala."
Ami pasang muka bingung lagi.
"Pen ACnya rusak
mbak." Ami mulai merengek. Ehm, saya mencium adanya ketidak beresan. Pasti
bukan pen biasa...
Dan sayapun menyadari sesuatu..
"Fan AC maksud kamu
Mi?"
Bisa ditebak, Ami mengangguk. Pen
dan Fan itu beda jauh keles…
Kejadian lain, (masih dengan Ami
tentunya). Saya yang masuk pagi saat itu sedang sibuk mengecek bill tamu yang
akan check out hari itu. Si Ami yang baru saja datang langsung mendekati saya.
"Mbak, SOP sudah?” katanya.
SOP*? Hah? Memangnya ada aturan
baru??
“Memang ada SOP baru? Sejak
kapan? Tentang apa? Kamu baca dimana?” Saya penasaran.
Si Ami pasang muka bingung. “Maksudnya,
mbak?”
Ini saya yang bego apa saya yang
bloon sih?
“Lah itu SOP? Maksudnya apaan?”
Saya mencerca.
“Itu mbak, yang dari Agoda** itu
loh.. SOP kan? Sudah?”
Saya nyengir asem
seasem-asemnya. Biasanya kalau shift pagi salah satu tugas anak reception itu
meng-SOF*** voucher dari prepaid booking online semacam Agoda atau Expedia… Tapi
SOF dan SOP jauh banget yak…
Dan seharian itu materi training
yang saya berikan ke Ami adalah membedakan antara huruf F, V and P.
Catatan:
*SOP : Singkatan dari Standart
Operational Proscedure. Kurang lebih artinya adalah aturan-aturan perusahaan.
** Agoda : Salah satus situs
penyedia layanan booking kamar hotel online
**SOF : Singkatan dari Sign on
file. Biasanya berupa voucher yang berisi detail kartu kredit dimana merchant
mendapatkan kewenangan untuk menarik sejumlah uang dari kartu kredit yang
besarnya sesuai dengan jumlah yang tertera di voucher.