Salah
satu fasilitas yang diberikan pihak hotel untuk karyawan hotel adalah loker
room. Loker room sejatinya adalah sebuah ruangan istirahat yang terbagi menjadi
beberapa bagian, umumnya ada shower room, toilet dan wastafel yang dilengkapi
dengan kaca super besar, split room yang isinya bunk bed atau ranjang susun,
dan ruang ibadah (di beberapa hotel ada juga mushola terpisah). Di the Grand
beach, karena jumlah karyawannya ribuan, jumlah lokernya juga ribuan. Shower
room berjejer sebanyak delapan buah, toiletnya sepuluh, dan wastafelnya sampai
tiga baris. Staff the Grand Beach cukup beruntung mendapatkan satu loker untuk
tiap karyawan, sedangkan kami yang trainee
harus cukup puas dengan sharing loker yang bisa dipakai hingga empat
orang per loker! Loker berukuran 30 x 60 cm itu sendiri umumnya dipakai untuk
menyimpan berbagai keperluan pribadi seperti tas, sepatu, dan peralatan make
up. Saya lihat, beberapa staff bahkan menjejalkan berbagai macam benda di
dalamnya seperti pakaian ganti berikut hangernya, bantal kecil, snack dan botol
minuman, boneka, berbagai macam sepatu lengkap dengan dusnya, sampai satu
kresek canang (bunga dan janur yang dipakai untuk berdoa bagi umat hindu) lengkap
dengan dupa-nya. Penuh!
Kalau
di tempat kerja yang sekarang dan di The Royal Surabaya dulu, yang bertanggung
jawab terhadap kebersihan loker umumnya adalah Housekeeping bagian public area
yang tugasnya merangkap membersihkan area koridor, loker dan back office. Namun
di The Grand Beach, saking besar dan banyaknya karyawannya, sampai ada staff
khusus yang tugasnya hanya membersihkan loker! Mulanya saya mikir, ini ibu-ibu
enak bener ya cuma bersihin loker aja tugasnya? Soalnya saya kasihan dengan
housekeeping bagian publik area yang bertugas di bagian outdoor, tugas mereka
adalah membersihkan ‘pekarangan’ the Grand Beach yang berhektar-hektar sampai
ke pantainya yang panjangnya ratusan meter itu. Ternyata, setiap hari saya
melihat ibu penjaga loker itu mengeluh, dari banyaknya sampah yang berceceran,
loker banjir, hingga lantai yang kotor karena rambut-rambut yang berjatuhan dan
berbagai macam bekas sepatu campur aduk datang dan pergi seenaknya. Duh!
Di
loker sendiri, yang biasa dilakukan biasanya ngobrol dan bergosip. Beberapa
sibuk bertransaksi karena nyambi jualan. Sebenarnya berjualan di area hotel
tidak diperkenankan oleh pihak management, tapi dasar tuntutan hidup yang tak
pernah ada ujungnya, selalu saja ada cara untuk berkelit. Selain itu, peraturan
diciptakan memang untuk dilanggar, bukan? Kalau saya iseng nyindir, “Lah,
bukannya service charge sama gaji udah gede, Bu. Bapak kan juga kerja di hotel
kan ya?”
Mengerti
kemana arah pertanyaan saya, mereka langsung protes, “kamu enak, bukan orang
Hindu. Gak perlu ikut macam-macam upacara. Kalau orang Hindu ya duitnya habis
buat upacara, jegeg!” Lah, ibadahnya gak ikhlas dong?
Jenis
jualan yang dijual juga bervariasi, dari yang jualan pulsa, boneka, makanan
ringan, kain tenun Bali, pakaian, sepatu, sandal, aksesoris dan perhiasan,
kosmetik, hingga kredit barang-barang elektronik dan alat dapur! Beberapa yang
lain malah sibuk memprospek beberapa rekan lain untuk dijadikan downline karena
ikutan MLM (Multi level marketing). Pasar Badung* pindah tempat rupanya!
Selain
bergosip dan jualan, kegiatan yang biasa dilakukan di loker umumnya ya mandi di
shower room, ganti baju, gosok gigi dan make up di wastafel yang selalu
berakhir narsis; photo-photo dengan berbagai pose. Saya termasuk di dalamnya. Maklumlah,
jamannya saya masih muda saya sempat jadi banci kamera juga. Hehehe…
Meskipun
ramai bak pasar, ternyata ada loh beberapa karyawan yang memanfaatkan waktu
istirahatnya dengan tidur siang. Mereka cuek saja menggelar trash bag (kresek
besar untuk menampung sampah) di lantai, dan tidur. Beberapa orang malah ada
yang punya bantal di lokernya dan selalu tidur siang pas istirahat. Di The
Grand beach sih, saya tidak pernah tidur siang karena berisiknya ampun dan suasananya
sudah mirip pasar, lalu tidak ada spit room dan tidak terbiasa tidur di lantai.
Tapi di The Royal Surabaya, saya hampir selalu memanfaatkan split room untuk
tidur, minimal setengah jam. Biasanya saya menyetel alarm lima menit sebelum
jam istirahat saya habis. Tapi pernah sekali waktu, saking nyamannya split
room, saya ketiduran dua jam! Alarm sih saya pasang, tapi pas alarm berdering
dan masih ada waktu lima menit, saya cuek saja dan melanjutkan tidur, dan
ternyata malah kebablasan dua jam! Sayapun kembali ke konter reception dan
disambut dengan tatapan penuh tanya dari Citra, junior saya yang saat itu masih
training. Aduh, maaf ya dek, saya memang bukan senior yang baik…