Kalau sedang
tidak sibuk, salah satu pekerjaan saya adalah iseng memperhatikan tingkah
teman-teman sejawat saya yang kadang-kadang konyol.
“Anna tolong
panggilkan pest control dong. Di koridor lantai 3 banyak lalat.” Seorang
housekeeping manager meminta tolong ke saya yang saat itu sedang asyik melamun.
Di hotel ini,
pest control kami didatangkan dari luar dan lokasi siaganya bisa mobile
kemana-mana dan tidak ada handy talky sehingga kalau perlu apa-apa tinggal
ditelpon langsung ke nomor handphonenya. Sekali, dua kali saya coba, nomor yang
saya tuju ternyata di luar jaringan. Mungkin orangnya sedang berada di
basement, area yang paling miskin sinyal seantero hotel. Sayapun tak habis
akal, langsung saya hubungi nomor extension security yang ada di basement.
“Selamat siang
security basement dengan David bisa dibantu?” Oh, rupanya David, security yang
perawakannya paling seram yang sedang tugas di sana.
“Mas David, ini
Anna. Di situ ada orang pest control tidak? Di koridor lantai 3 banyak lalat.”
“Hari ini siapa
yang masuk? Yang kaya setan apa yang pendek?”
Busyeeettttt!!!!
Yang kaya setan? Lah kalo orang pest control setan, situ apa? Genderuwo?
Sama-sama seramnya ini… Heran ya, ada setan teriak setan….!!!
Tentang orang
pest control itu sendiri, ada ceritanya….
Suatu hari
sewaktu Pak Alif, orang pest control yang dikatain kaya setan itu sedang
memeriksa log book di konter reception. Saya memperhatikan nametagnya, ada foto
si bapak yang sedang tersenyum manis.
“Pak Alif kok
fotonya beda ya? Ini kapan?” tanya saya, iseng seperti biasa.
“Oh.. ini 3
tahun lalu. Pertama kali kerja jadi pest control. “
Saya
mengangguk-angguk, tak percaya. Di fotonya si bapak keliatan masih muda dan
ganteng… lah yang di hadapan saya kok bisa ‘begini’, ya?
“Jangan heran
mbak, maklum kerja di pest control. Kebanyakan mengkonsumsi pestisida, ya
begini ini jadinya.” Katanya enteng, seperti tahu apa yang saya pikirkan. Ya
oloh pak… sampai segitunya….
Cerita lain…
Sewaktu saya
sedang berberes-beres mau pulang, seorang housekeeping manager mencari team leader
concierge saya.
“Si botak
kemana?” tanyanya dengan wajah tanpa dosa kepada kami anak-anak front office
yang baru saja bubar briefing.
Kami yang
sedang berada di lokasipun tersenyum mengejek. Rasanya pingiiin… banget nyuruh
bapak ini ngaca sendiri supaya dia nyadar diri bahwa dia sendiri juga botak.
Hah..botak teriak botak!
Masih ingat
dengan Indian chef yang pantang menyerah mengirim ratusan sms itu? Karena
memang dia chef kan lumrah kalau tamu-tamu India kami rata-rata suka dengan
masakannya. Nah, bagaimana dengan yang lokal? Bukan maksud saya rasis atau apa,
tapi chef satu ini memang body odornya luar biasa. Entah apa yang dia makan
sampai rasa-rasanya bisa kena asma mendadak kalau kebetulan berada dekat dengan
dia. Dan parahnya, body odornya itu suka dikait-kaitkan dengan masakannya dan
membuat kami langsung ilfil dan kehilangan selera makan seketika bahkan bisa
muntah-muntah seperti orang keracunan!
Suatu hari saat
saya incharge di executive lounge, di akhir cocktail hour saya sempat clear up
beberapa plate chicken tandoori, mini sushi roll dan vegetable samosa. Eh,
tiba-tiba salah seorang reception menelepon saya minta dibawakan beberapa hot
dish snack dari lounge. Karena yang tersisa tinggal vegetable samosa dan
chicken tandoori, saya bungkuskan beberapa potong dan saya bawa turun ke bawah.
Teman saya happy, malam-malam kantin sudah tutup, eh lumayan dapat snack dari
lounge. Ketika membuka plastic pembungkusnya, dia sempat tanya, “Ini ayam apa
ya Ann?”
Sayapun
menjawab santai,” Udah, makan aja. Kalo gak enak buang aja.”
Teman sayapun
makan dengan lahap. Tak lama, night manager saya lewat.
“Bapak sini
deh. Anna bawa ayam sama samosa nih.”
Si bapak night
manager menoleh sebentar, lalu melengos. “Gak ah. Chicken tandoorinya si
nehi-nehi itu, kan?”
Teman saya
langsung bengong seketika. Nehi nehi? Dia pasti mikir, ini ayam buatannya si
chef India itu. Padahal dia sudah habis dua potong.
Tanpa menunggu
aba-aba, teman saya langsung ngibrit ke toilet dan…. HUEK!