Dulunya, saya adalah seorang hotelier. Hotelier adalah istilah orang lokal bagi para pekerja yang bekerja di sektor hospitality industry. Meski arti hotelier sebetulnya adalah seorang pemilik hotel atau seorang manager hotel, yah anggaplah saya ini -orang yang bekerja di hotel tapi level associate- sebagai hotelier juga. Kami yang terjun di sektor ini memiliki sense of belonging yang tinggi, menganggap hotel adalah rumah kedua kami. Sehingga kami bekerja dengan sepenuh hati, setiap hari. Seorang teman saya yang juga pekerja hotel meledek, “Iya. Sense of mbabu-nya kuat sekali! Hahaha!”
Saya pribadi merasa sangat bersyukur pernah bekerja di hotel dan memiliki banyak pengalaman berwarna yang telah saya tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul ‘Hotelicious, trapped in the hotel’. Meski saya tidak lagi bekerja di hotel sejak 5 tahun terakhir karena ingin menjadi seorang ibu secara full time, namun dalam hati saya merindukan saat dimana suatu hari saya akan kembali ke industry hospitality, lagi. Saya bermimpi suatu saat saya bisa menjadi seorang hotelier betulan, dalam arti sebenarnya. Semoga ya.
Lalu bagaimana kondisi hotel di Bali di tengah pandemi ini? Seperti yang semua orang tahu, pemasukan utama Bali terutama Bali bagian selatan adalah dari sektor Hospitality dan pariwisata. Sejak ada pandemi, turis-turis dihimbau pulang oleh negara masing-masing. Australia menetapkan penutupan perbatasan, dan untuk sementara warganya dilarang bepergian ke luar negeri. Celakanya, Australia menyumbang jumlah turis yang prosentasenya cukup besar untuk pariwisata di Bali. Sejak 23 Maret 2020, jumlah turis asing menurun tajam, segala bookingan pesawat dan hotel untuk bulan Maret, April, Mei hingga akhir tahun dibatalkan. Bali selatan seperti kota mati, hotel satu persatu tutup, restaurant dan toko souvenir malah duluan menggembok tokonya. Toko yang masih buka hanyalah toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Jika ada restaurant yang buka, itupun kebanyakan hanya takeaway dan terlihat sepi sekali. Bali tidak menetapkan karantina wilayah, hanya himbauan pembatasan aktivitas di luar rumah atau anjuran di rumah saja. Bali tak ubahnya seperti ghost town, karena hampir tak ada aktivitas apa-apa. Sore menjelang malam yang biasanya hingar bingar dengan live music, kini sunti senyap. Saya belum pernah melihat Bali sesepi ini kecuali saat nyepi.
Saya mendengar beberapa berita dari teman dan orang sekitar yang kehilangan pendapatan dan pekerjaan. Kabar buruknya, karena pandemi ini bersifat global, maka ekonomi secara global juga terpuruk. Sektor pariwisata adalah sektor yang bangkitnya paling belakangan. Logikanya liburan bukanlah kebutuhan primer untuk saat ini, lagipula orang akan spending kalau ada uang, bukan? Sedangkan secara global orang-orang mengencangkan ikat pinggang untuk bertahan hidup, entah sampai kapan. Jika perekonomian membaik, industri pariwisata akan bangkit dengan sendirinya. Tapi kapan?
Dengan adanya pembatasan aktivitas saat pandemi seperti ini, banyak mantan pekerja hotel yang terpaksa merubah haluan dengan mencoba bekerja apa saja untuk menyambung hidup. Para pembaca yang budiman, jika anda adalah seorang Human Resources, recruiter atau orang yang berwenang dalam perekrutan karyawan, jangan ragu untuk mempekerjakan mantan orang hotel, karena:
1. Pekerja hotel sudah biasa ditempa dengan bekerja keras dalam tekanan, bekerja dengan sistem shifting, jam kerja yang panjang.
2. Selalu mengedepankan attitude dalam bekerja.
3. Kemampuan berkomunikasi dan berbahasa asing di atas rata-rata.
Bagi teman-teman pekerja hotel, jangan bersedih dan berkecil hati. Ambillah peluang dan ketjakan apa saja untuk bertahan melanjutkan hidup. Saat ini memang semuanya serba sulit, tapi saya yakin roda kehidupan akan selalu berputar. Industri pariwisata dan perhotelan akan berjaya kembali suatu saat nanti. Mari berdoa bersama, semoga pandemi ini lekas berakhir, dan kita bisa kembali mengisi hari-hari yang penuh warna, di rumah kedua.
0 komentar