Buku-Buku yang Merubah Hidup Saya (Part 2)

By Anna - April 16, 2020

Di post sebelumnya sudah ada Andrea Hirata dan Trinity Traveler. Mereka berdua adalah dua penulis hebat idola saya yang menginspirasi saya untuk menulis. Hanya karena saya menuliskan bullet point nomor satu dan dua, bukan berarti salah satu dari mereka nomor satu dan lainnya nomor dua. Mereka berdua sama berpengaruhnya memberikan saya inspirasi dan semangat melalui karya-karyanya. Saya cukup beruntung bisa bertemu dengan Trinity 2 kali. Tentu saja saya akan sangat bahagia jika suatu hari bisa bertemu dengan Andrea Hirata juga. Mudah-mudahan suatu hari bisa bertemu beliau.

Berikutnya ada buku-buku all time favourite lainnya yang tidak pernah bosan saya baca berulang. Buku-buku ini secara literal memang mengubah cara pandang saya dan mengubah hampir keseluruhan hidup saya. Kali ini saya menempatkan urutan karena menurut saya, buku-buku ini harus dibaca urut supaya jelas levelnya karena dimulai dari level ‘pemula’ ke level ‘mahir’. Dan buku yang saya maksud adalah:

Pertama, buku The Life Changing Magic of Tidying up by Marie Kondo.
Apanya yang magic? Saya bisa katakan anda tidak akan mengerti sebelum melakukannya. Saya bukanlah orang yang berantakan, saya suka kebersihan dan saya menyukai kerapian. Saya rajin berbenah, dan tujuan pertama saya membaca buku ini adalah untuk memuaskan ego saya dalam beberes. Rupanya buku ini tidak mengajarkan mengenai hal itu. Untuk mulai beberes dengan metode Kon Mari, anda harus mulai proses declutter atau menyingkirkan barang yang tidak lagi bisa membuat anda bahagia, membereskan setiap kategori, lalu menatanya dengan rapi. 

Banyak detail dalam buku ini yang serasa ‘menampar’ saya, dan saya mulai banyak belajar darinya. Salah satu yang mengena adalah frasa ‘kapan-kapan berarti tidak pernah’. Contohnya anda memiliki sebuah buku yang teronggok di pojok lemari, anda enggan membuangnya dan tetap bersikukuh untuk menyimpannya dengan alasan, ‘saya membeli buku ini karena ini buku populer dan best seller, lagipula harganya mahal. Saya akan baca kapan-kapan’. Menurut Kondo, momen kapan-kapan itu tidak akan pernah datang! Dan kebetulan, saya juga memiliki banyak barang yang akan saya gunakan kapan-kapan. Ternyata, sebagian besar hanya berfungsi sebagai pajangan. Maka barang demikian langsung saya singkirkan. Kalimat lainnya yang memberi saya kesan yang dalam adalah ‘agar bisa sepenuh hati mensyukuri hal-hal yang paling penting bagi anda, buanglah barang-barang yang sudah tidak bermanfaat’. Karena sejatinya barang-barang itupun tak akan senang jika pemiliknya hanya menyimpan dan melupakannya. Ternyata, mengikhlaskan kepergian suatu barang, tanpa sadar membuat saya lebih ikhlas melepaskan banyak hal dalam kehidupan nyata. Dan masih banyak lagi frasa dan kalimat yang membuat saya berdecak, ‘iya juga ya?’. 

Isi buku ini sangat sarat ‘gizi. Di sekolah dulu saya biasa menandai kalimat penting dengan highlighter atau stabillo terang (saya yakin sebagian dari and juga senang melakukannya), dan jika hal serupa juga saya lakukan ke buku ini, maka seluruh halaman buku Marie Kondo akan penuh dengan stabillo terang karena hampir seluruh kalimatnya amat penting bagi saya. 

Sejak mempraktekkan beberes ala KonMari, saya merasa ada yang berubah dalam diri saya. Saya menjadi lebih rileks dan tidak terlalu mudah menjadi cemas. Saya memastikan saya hanya tinggal di rumah yang dipenuhi oleh barang- barang yang saya sukai saja. Setelah setahun, saya sadar saya telah mulai memaafkan masa lalu, dan berdamai dengan dendam yang selama ini menghantui saya. Saya merasa lebih mudah dan siap menikmati hari ini dan menghadapi masa depan, tanpa harus terbebani dengan masa lalu. Spiritually, I feel so much better. 

Mungkin terdengar konyol, tapi ini benar-benar nyata terjadi. Kapan saja saya merasa mulai cemas, saya akan berbenah. Dengan saya menata kembali barang-barang di tempat tinggal saya, sepertinya secara tidak sadar saya juga mulai menata dan mengontrol hati saya. Saya berjanji, akan menjaga hati saya sebaik-baiknya dengan menempatkan hal-hal yang saya sukai saja di dalamnya. Tidak ada lagi tempat untuk masa lalu yang menyedihkan, atau ruang untuk kekecewaan yang sudah lalu. 

Oh ya, saya memiliki seorang putri yang saat ini berusia 4 tahun. Mungkin karena ia terlalu sering memperhatikan saya beberes dan berbenah, tanpa sadar iapun menyukai berbenah. Dia masih tidur sekamar dengan saya, tapi sudah memiliki konsep ‘my own space’ yang dia ciptakan sendiri. Ia menata mainannya sedemikian rupa dan selalu konsisten dari hari ke hari. Suatu hari saat ia sedang gosok gigi, saya melihat beberapa mainannya teronggok di bawah nakas. Saya mengambilnya dan meletakkannya di atas nakas tempat ia biasa meletakkan mainannya. Rupanya waktu ia kembali dari kamar mandi dan hendak merapikan mainannya, ia menyadari bahwa tatanan itu tidak seharusnya seperti itu dan langsung memarahi saya, “ Mama, don’t be messy. This is not good, you know!” Aduh, maaf... (bahkan ia sudah tau konsep messy atau berantakan!)


Ini adalah corner space miliknya. Mobil-mobilan itu, warnanya, urutannya selalu begitu. Jika berubah sedikit saja, ia akan langsung tahu. 

Ternyata buku Marie Kondo tak hanya berguna bagi saya, tapi juga mampu mengajari anak berusia 4 tahun untuk rajin berbenah tanpa harus menyuruhnya melakukannya. Saya setuju dengan ungkapan ‘anak-anak adalah peniru yang ulung’. Itu memang benar adanya. 

Terimakasih, Marie Kondo!

* Supaya tulisan tidak terlalu panjang dan membuat anda bosan, saya akan tulis lanjutannya di post berikutnya. Jika tidak mau ketinggalan, silahkan klik subscribe untuk mendapatkan pemberitahuan saat saya posting postingan baru. Terimakasih!

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar