Mengapa Menulis?

By Anna - May 17, 2020

Belakangan ini saya sangat keranjingan menulis. Sudah lebih dari sebulan terakhir saya menulis minimal 2 artikel setiap hari di 2 blog berbeda. Menulis selalu ada di agenda to do list harian saya. Saya bahkan menyiapkan waktu khusus untuk menulis, sampai kadang rela begadang mencari waktu untuk menulis. Ada yang bertanya, “memangnya dapat apa dari menulis?”

Jujur saya akui, hasil signifikan memang belum ada. Kemampuan menulis saya ya masih segini-segini saja. Blog saya masih sepi, berarti tulisan saya memang belum menarik. Topik blog saya menyimpang, dari yang dulunya mengenai hotel dan seluk beluknya, sekarang jadi ke arah pengembangan diri dan agak random. Sebetulnya, dari dulu niche saya tetap sama kok, tetap menulis tentang keseharian saja. Kebetulan, dulu saya bekerja di hotel dan mendapatkan banyak pengalaman menarik yang menurut saya wajib diceritakan ulang. Sejak 2015, saya berhenti bekerja dan memutuskan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga full time. Dengan berjalannya waktu, saya banyak dipengaruhi oleh lingkungan, orang terdekat dan buku-buku yang saya baca. Lalu perlahan-lahan, hal itu mengubah cara pandang saya. Dan tulisan saya menjadi terlihat berbeda.

Meski secara materi memang belum ada hasil yang bisa diandalkan, namun saya menemukan banyak alasan mengapa harus menulis.
1. Skill menulis merupakan keahlian dasar yang harus dimiliki setiap orang.
Sejak SD, SMP, SMA bahkan kuliah, entah sadar atau tidak sebenarnya kita belajar menulis dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di SMA seringkali kita mendapat tugas menyusun laporan kegiatan, penelitian atau membuat essay ilmiah, sedangkan di perguruan tinggi, mahasiswa menyusun skripsi. Suka tau tidak, itu semua adalah skill menulis. 

2. Skill menulis akan selalu dibutuhkan di masa depan.
Coba pikirkan profesi apa saja yang pekerjaannya berhubungan dengan tulis menulis? 
Di industri perbukuan, tentu saja penulis. Buku-buku tak akan ada tanpa penulis, baik fiksi maupun non fiksi. Buku fisik bisa saja punah di masa depan, namun buku dalam bentuk lain akan muncul. Ebook, misalnya. Bentuk buku memang berubah, tapi masih tetap ada penulisnya, bukan? 
Di industri perfilman, ada penulis script. 
Bidang jurnalistik? Ada penulis berita, yah meskipun belakangan ini media online sudah tidak lagi bagus kualitasnya karena judul yang click bait. 
Bahkan untuk menjadi admin media sosialpun memerlukan skill menulis kreatif supaya mampu mendatangkan engagement dari para followernya. 
Banyak profesi yang telah punah atau terancam punah karena digitalisasi. Contohnya pekerja travel agent konvesional dan operator wartel dan warnet. Namun, saya rasa profesi yang berkaitan erat dengan menulis (kreatif) tidak akan mudah punah. Jaman sekarang ini menulis tidak lagi menggunakan bolpoin atau mengetik huruf. Menulis bisa dilakukan dengan berbicara dan hasil recording dirubah dalam bentuk tulisan. 



3. Melatih berkomunikasi.
Saya tipe orang yang kurang pandai berkomunikasi secara lisan dan kurang pandai berargumen. Dalam kehidupan sehari-hari, kadangkala terjadi juga perselisihan dengan suami. Instead of adu mulut atau ngomel, saya lebih suka mengutarakan pendapat saya secara detail melalui email. Ya, email. Saya tahu persis, suami biasanya cek email setiap hari jadi email saya pasti dibaca. Ia tidak memberi tanggapan apapun dan tidak pula berkomentar, namun dari tindakannya kentara sekali ada perubahan ke arah perbaikan.
Dalam dunia kerja khususnya di hotel, komunikasi dalam bentuk tulisan juga amat krusial karena tidak semua komunikasi dilakukan dengan tatap muka. Misalnya saja email dari tamu (entah itu hanya booking preference atau bahkan komplain), atau log book, semacam buku harian berisi hand over pekerjaan dari shift satu ke shift selanjutnya. 
Oh ya, ada cerita lucu mengenai log book ini, baca juga post lama saya mengenai log book konyol sini.

4. Sarana pengembangan diri dan terapi stress.
Poin ini memang tidak berlaku bagi semua orang, tapi tak ada salahnya dicoba. Untuk bisa menulis, saya lebih banyak membaca terlebih dahulu. Membaca memberikan banyak wawasan dan pengetahuan, yang penting untuk mengembangkan diri. Selain itu, dengan menulis artinya kita menyampaikan apa yang ada dalam pikiran kita ke dalam bentuk tulisan. Orang-orang seperti saya yang cenderung menghindari komunikasi secara lisan, amat terbantu dengan komunikasi berupa tulisan. 
Pernah membaca berita tentang seseorang yang bunuh diri dan meninggalkan sebuah catatan? Seseorang itu mengalami depresi dan mencurahkan perasaannya dalam bentuk catatan harian. Sayangnya, karena begitu tertekan dan stress, ia memilih untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, tak perlu menjadi stress atau depresi dulu baru menulis. 
You may not write well everyday, but you always can edit a bad page. You can’t edita blank page. (Jodi Picoult)

Bonus, dengan menulis, anda menjadi bagian dari sejarah.
Beberapa dari kita pasti tidak asing dengan JK Rowling, Dan Brown, atau Andrea Hirata? Mereka semua menjadi orang besar karena menulis.
Contoh lain, R.A. Kartini. Tulisan-tulisannya menjadi inspirasi emansipasi wanita dan beliau menjadi pahlawan yang dikenang. Bahkan tanggal 21 April menjadi hari besar yang diperingati sebagai hari Kartini di Indonesia. Beliau menjadi pahlawan karena apa? Karena beliau menulis.

Lah mereka kan orang besar semua, sedangkan saya ini apa? Jangan begitu. Lima tahun yang lalu saat saya membersihkan lemari tua di rumah ibu saya, saya menemukan catatan-catatan harian milik almarhum ayah saya. Tulisan-tulisan itu tak pernah dipublikasikan, dan beberapa halamannya habis setengah dimakan rayap. Isinya terdengar biasa saja. Namun bagi saya yang menemukannya, menemukan puisi ayah seperti menemukan harta karun, mengingat ayah meninggalkan saya saat saya berusia 12 tahun. Begitulah, catatan itu mungkin tidak berarti apa-apa bagi ayah saya, namun ternyata sangat berarti bagi saya, anaknya, yang tidak banyak memiliki kenangan bersama almarhum saat masih hidup.

Barangkali anda pernah menemukan buku lama, tulisan cakar ayam anda saat masih SD? Atau diary bergembok yang kuncinya sudah hilang entah kemana? Atau Facebook mengingatkan anda tentang status alay anda bertahun-tahun yang lalu? Entah itu baik atau buruk, konyol, lucu atau memalukan, tulisan itu anda dan menjadi bagian dari sejarah anda. 

Jadi, sudahkah anda menulis hari ini?

No one can tell your story, so tell it yourself. No one can write your story, so write it yourself. (Unknown). 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar