Ketika Dunia Saya (Hampir) Kiamat

By Anna - May 06, 2020

Jika sedang bersedih, bagaimana anda biasanya memotivasi diri sendiri untuk berfikir positif? Saya memiliki satu kalimat sakti yang hampir selalu bisa menyembuhkan luka hati saya. Kalimat tersebut adalah ‘everything happens for a reason’. Segala sesuatu yang terjadi, pasti ada alasannya. Dan saya yakin tentang hal itu. Saya percaya, alasannya adalah itu semua adalah bagian dari rencana Tuhan. 

Hidup ini kadang sangat misterius. Kita tak pernah tahu apa yang akan menanti di masa depan. Kadangkala, kita sudah berusaha secara maksimal, tapi gagal. Kadang-kadang kita hanya iseng, eh malah menjadi sesuatu pencapaian besar. 

Seringkali kita dihadapkan dengan dengan situasi dimana rasa-rasanya ingin menyerah saja. Kesulitan itu terasa sangat nyata dan membuat dunia terasa seperti kiamat. Saya masih ingat saat saya berusia 12 tahun, di sekolah tiba-tiba wali kelas memanggil saya dan mengatakan saya harus segera pulang karena ada urusan keluarga tanpa menjelaskan perihalnya lebih detail. 

Secepat kilat saya berlari ke pekarangan sekolah, menyambar sepeda, dan mengayuh sepeda kuat-kuat supaya saya sampai di rumah secepatnya. Pikiran buruk menghampiri, saat itu ibu saya sedang hamil tua dan menunggu kelahiran adik saya yang ke 4. Entah darimana datangnya bayangan buruk itu tapi di pikiran saya berkelebat sebuah skenario terburuk: ibu saya meninggal saat persalinan. Saya hampir gila hanya dengan membayangkannya. Apa jadinya jika saya tiba-tiba menjadi piatu? Siapa yang akan mengurus saya nantinya? Bagaimana dengan adik-adik saya yang masih kecil-kecil itu? Apakah bapak saya akan menikah lagi? Bagaimana jika saya punya ibu tiri? Apakah ibu tiri itu nantinya akan bersikap baik kepada saya dan adik-adik saya? Saya merasa hari kiamat itu hampir tiba!

Di persimpangan jalan, saya melihat dari kejauhan sebuah bendera kuning berkibar. Ya Tuhan, itu rumah saya! Saya mengayuh semakin mendekati rumah. Orang-orang yang berkerumun mulai menghampiri laju sepeda saya yang mulai melambat. Seseorang menggiring saya masuk dan berusaha menenangkan saya dengan mengusap punggung dan kepala saya. Rasanya seperti mau mati saja. Saya tak akan sanggup!

Memasuki rumah yang penuh dengan orang berdzikir, membuat hati saya hancur. Saya melihat sesosok tubuh tertutup kain jarik di ujung ruang tamu. Tulang belulang yang menopang tubuh saya seperti tak memiliki kekuatannya lagi. Jantung saya seperti terlepas dari tempatnya. Saya tidak kuat lagi. Sayapun berteriak, “Buk eeee!!!!” Rasanya ingin menghambur memeluk jasad itu, tapi nun jauh di ruangan lainnya, terdengar suara yang amat saya kenal. “Buk e di sini...” 

Sayapun berlari menuju ke arah itu. Saya melihat ibu terpekur sedih di pojok ruangan. Matanya sembab dan bengkak. Perutnya masih menggembung besar. Sejenak saya merasa bersyukur bahwa setidaknya ibu baik-baik saja. Loh, ibu masih di sini. Lalu jenazah siapakah di ruang tamu?
“Bapak gak onok, nduk. Kecelakaan.” Ibu menangis tersedu-sedu. 
Rasanya seperti tersambar kilat di siang bolong. Ini pasti tidak nyata. Ini pasti hanya mimpi. Tuhan, bangunkanlah saya dari mimpi paling buruk ini. Saya tak sanggup, Tuhan... Saya lalu menatap ibu saya lagi. Beliau pingsan. Tak mampu menghadapi kenyataan yang mendadak ini. 

Malamnya, Bapak sudah dimakamkan. Orang-orang yang berdzikir sudah pulang ke rumah masing-masing. Saya membuka pintu, lalu keluar melalui pagar samping. Saya melihat orang-orang berlalu lalang. Toko depan rumah masih sibuk melayani pelanggan. Terdengar suara tertawa riuh dari warung kopi di seberang jalan. Samar-samar saya mendengar seseorang memenangkan buntut togel. Dunia berjalan seperti biasa. Orang lain menjalani hari-harinya seperti tidak ada apa-apa. Sedangkan saya terpekur sendiri di samping pagar, merenungi bagaimana nasib saya nanti ke depannya. Tapi tak ada gunanya terus menerus bersedih. Yang pergi biarlah pergi. Saya memutuskan bahwa hidup saya harus terus berjalan. Tidak akan mudah, tapi saya yakin Tuhan memiliki rencana lain untuk hidup saya. 

Sudah hampir 20 tahun lalu itu terjadi. Saya masih sedih jika mengenang hari itu, hari dimana rasa-rasanya dunia hampir seperti kiamat. Tapi saya berhasil keluar dan melanjutkan hidup, hingga sekarang. Karena kehilangan bapak, menjadikan mental saya semakin kuat. Saya pernah berada dalam titik terendah yang rasa-rasanya mustahil untuk bangkit, tapi dari situ saya belajar bahwa memilih untuk tidak menyerah adalah sebuah keputusan yang tepat. Saya melalui banyak ups and downs dalam hidup, kadang saya merasa cobaan kali ini sulit sekali. Tapi ketika menengok ke belakang, seketika ingatan itu seperti mampu melecutkan kembali semangat saya. Cobaan hari ini, sungguh tidak ada apa-apanya dengan hari hampir kiamat itu.  Saya berhasil keluar dari hari terburuk itu, jadi saya pasti bisa keluar dari cobaan kali ini. Itulah yang saya yakini.

Barangkali, hari terburuk saya saat itu tidak ada apa-apanya dibandingkan pengalaman orang lain yang memiliki hari lebih buruk. Saya percaya, hari buruk itu ada untuk memberi kita pelajaran yang sangat penting. Itu adalah sebuah ujian hidup yang harus dilewati. Sesedih apapun diri anda saat ini, ingatlah satu hari buruk di masa lalu dimana anda sanggup keluar dan melanjutkan hidup anda. Bukan untuk bersedih, tapi untuk menyemangati diri bahwa kali inipun anda sanggup melewatinya. Percayalah, hidup anda akan berbeda jika saat itu anda memilih untuk menyerah. Jadi, bersemangatlah. Kita tak pernah tahu apa yang Tuhan telah siapkan di masa depan. 

Rencana Tuhan mungkin bukan yang termudah, bukan yang terpopuler atau yang tercerdas. Tapi Tuhan selalu memiliki rencana yang terbaik. (Allan Carr)

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar