Air Lumutan?

By Anna - June 25, 2020

Adalah mbak Nik, eks housekeeper yang bertugas bersih-bersih di komplek guest house dimana saat ini saya tinggal. 
Saat guest house masih full house atau full occupancy, kadang-kadang saat beliau datang, tidak ada kamar yang langsung bisa beliau bersihkan. Holiday mood, mungkin. Jadi banyak tamu yang masih molor ketika beliau sudah siap, sekitar jam 8 pagi. Daripada bengong, mbak Nik lebih melipir ke teras kamar saya sambil sarapan dan bergosip.

"Sudah jam segini tapi belum ada satupun kamar yang buka, nok. Jam berapa ini nanti saya kelar kerja." Mbak Nik menggerutu sembari menggigit sepotong besar kue lumpur yang dibawanya.
"Mungkin masih ngantuk habis dugem semalam, mbak Nik." Saya menyahut sembari menyiapkan sarapan si kecil.
Mbak Nik tidak menimpali karena mulutnya sedang penuh. 

"Orang bule aneh-aneh, Bu Anna. Ya masa mereka makan keju yang sudah jamuran, dan minum air yang sudah lumutan. Hiii geli saya!" Akhirnya ia membuka gosip pagi itu setelah menghabiskan seluruh kuenya.
Keju jamuran? air lumutan? Maksudnya?
"Jadi kemarin saya kena omel tamu. Gara-garanya saya kan lagi bersih-bersih kamarnya, lalu ada keju busuk di meja. Yasudah saya beresin dong. Baunya ya ampun bu Anna, sampai asem begitu saya pingin muntah."
"Pas tamunya balik, mereka nanya dimana kejunya. Ya saya bilang sudah saya buang. Keju sudah biru-biru begitu masa mau dimakan lagi?"
Saya mengernyit. Keju biru. Baunya busuk menyengat. Tamunya marah. Jangan-jangan... yang mbak Nik buang itu Blue Cheese! Sayapun lalu googling penampakan blue cheese dan menunjukkannya kepada mbak Nik. 
"Kejunya seperti ini bukan, mba Nik?"
Mbak Nik mengangguk cepat.
"Iya. Nah keju busuk kan ini bu Anna?"
Saya menggeleng. Saya lalu klik salah satu gambar keju biru yang mencantumkan harganya dan menunjukkannya kepada mbak Nik.
"Mbak Nik tau tidak, keju itu berapa harganya?" Ia menggeleng.
"116ribu untuk 100 gram. Bisa jadi lebih mahal karena Blue cheese beda merk beda juga harganya."

Kali ini mbak Nik melotot kaget.

"Aduh-aduh, saya jadi merasa bersalah bu Anna. Pantesan ya tamunya ngomel ke saya. Untungnya, tidak lapor ke ibu manager. Kalu bilang juga, bisa habis saya diomelin dua kali."

Aduh kasihan juga. Sayapun memberi masukan mbak Nik supaya jangan membuang atau membereskan barang tamu jika tidak tahu barang apa yang dibuang itu. 
"Serba salah, bu Anna. Pernah juga ada botol cola yang isinya masih setengah di meja. Tidak saya bereskan karena saya kira kan belum selesai diminum. Eh tamunya komplain karena coca colanya banyak semut karena saya tidak buang itu botol cola."

Errr... yang seperti ini sepertinya bisa pakai commond sense, deh. Botol cola bisa dimasukkan ke kulkas, misalnya. Pasti tidak akan kesemutan, eh maksud saya dikerubuti semut. 

"Sejak itu kalau ada barang busuk, saya biarin deh bu Anna. Mendingan suruh saya buang sampah ketimbang saya salah buang barang yang saya kira sampah."

Nah, begitu lebih baik sepertinya.

"Tamu sebelah bu Anna itu, dia minum air lumutan tau. Entah itu air busuk atau apa, tapi saya biarin aja daripada saya salah."
Kembali saya mengernyit heran. Apa pula ini air lumutan?
"Warnanya samapi berubah jadi kecoklatan gitu. Lalu pas saya buka baunya asemmm banget menyengat sekali. Lalu ada semacam lendir-lendirnya macam agar-agar gitu dan ada lumutnya. Jijik sekali saya lihatnya bu Anna. Masa minuman busuk seperti itu masih diminum? Apa tidak diare ya?" 

Aduhhh... betapa polosnya mbak Nik ini.
Kembali saya googling foto Kombucha dan menunjukkannya kepada mbak Nik.
"Seperti ini?" Mbak Nik mengangguk.
"Jangan-jangan barang mahal lagi ya bu Anna?" Mukanya mengerut khawatir.
Sayapun menunjukkan label harga salah satu produk kombucha di internet. 100ribu untuk seliter kombucha!


*penampakan kombucha. Image credit: google

Mbak Nikpun tertawa, "Untung kemarin belum sempat saya buang. Sempat kepikiran mau buang aja sih bu. Hehehe."

Adudu... mbak Nik ada-ada saja. 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar