Bicara
mengenai staff hotel, rasanya saya perlu cerita sedikit tentang salah satu
teman kerja saya yang menurut saya istimewa, namanya Bagus. Bli bagus memang
belum lama bekerja di bidang perhotelan. Lulus dari sekolah tinggi bidang
kesehatan, bli bagus langsung terjun di dunia perhotelan sejak dua tahun
terakhir. Iya, bli bagus korban salah jurusan. Di hotel tempat kami bekerja,
bagus seorang bellman.
Saya
mengenal Bagus sejak kami sama-sama direkrut menjadi pre-opening team, sekitar
enam bulan yang lalu. Dulu saya mengira, Bagus seorang yang pendiam dan
tertutup karena jarang bicara dan selalu terlihat sibuk dengan dirinya sendiri.
Setelah mengenal lebih dekat, saya sedikit demi sedikit tau betapa istimewanya
dia. Pertama kali saya menyadarinya adalah, saat kami bersama-sama istirahat
makan siang selepas training hotel system, sekitar sebulan sebelum hotel kami
resmi dibuka untuk umum. Saat itu, makan siang masih disediakan di dalam kotak
makan yang dipesankan dari catering. Selain nasi dan lauk pauk dan sayur, kami
juga mendapatkan dessert berupa buah atau kue, air mineral, dan kerupuk. Sialnya,
tiga hari berturut-turut, ketika mengambil box makan siang, saya selalu
mendapati tray dessert dan tempat kerupuk sudah kosong. Orang catering yang
ditanyapun selalu menjawab, “kami menyediakan sesuai dengan jumlah box, kalau
ada yang tidak kebagian, itu karena yang makan duluan mengambil lebih dari jatahnya.”
Hari
keempat, saya dan beberapa teman termasuk bli bagus datang ke kantin yang baru
saja buka. Beberapa teman langsung mengambil dessert, dan benar saja, mereka
mengambil lebih dari jatah yang seharusnya. Sayapun tergiur untuk ikut-ikutan,
anggap saja balas dendam karena tiga hari berturut-turut saya tidak pernah
kebagian. Sayapun mawarkan diri untuk mengambilkan sekalian jatah bagus, yang
kebetulan duduk semeja dengan saya.
“Aku
ambilin sekalian ya bli. Mau berapa?”
Bli
bagus yang sedang sibuk dengan ayam gorengnya mendongak sebentar ke arah saya.
“Satu
saja, mbak. Jangan ambil banyak-banyak. Kasihan, nanti yang lain gak dapat.”
Katanya santai sembari menggigit ayam gorengnya.
Saya
terhenyak. Seperti ditampar. Sebagai teman, memang seharusnya saling berbagi.
Bukannya menjadi egois dan memikirkan diri sendiri. Ini pelajaran pertama yang
diajarkan bli bagus secara tidak langsung, kepada saya.
Belakangan
saya menyadari, dibandingkan (tanpa bermaksud membandingkan dalam arti yang
sebenarnya) dengan teman bell yang lain, bli Bagus menurut saya yang paling
rajin. Datang tak pernah telat, pulangnya seringan paling belakang, karena dia
belum mau pulang kalau hand over belum benar-benar selesai. Bell yang lain saya
lihat, mereka akan kabur dengan berbagai alasan kalau jam kerja berakhir,
kadang-kadang tanpa pamit sama sekali dengan shift yang datang selanjutnya. Bli
Bagus yang paling mengalah kalau jadwalnya ditukar-tukar dengan bell yang lain,
meskipun konsekuensinya bakalan jumping shift. Tak hanya sekali saya lihat dia
double shift karena harus incharge menggantikan salah seorang bell yang
kebetulan sakit. Di kegiatan operasional, bli Bagus yang paling rajin
mengingatkan arrangement transport dan selalu menyiapkan ini itu tanpa diminta.
Tiga
bulan berlalu sejak hari pertama kami bekerja bersama-sama sebagai team, bulan
ketiga service charge yang kami dapatkan rupanya tidak sebagus bulan pertama
dan kedua. Mulailah saya mengeluh, “Yaaaah.. service charge-nya segini doang ya
bulan ini…”
“Disyukuri
mbak…” bli Bagus menyahut sambil tersenyum.
“Padahal
hotel rame loh.. ternyata banyak yang dapat compliment nih, jadinya revenue
sedikit dan service charge juga jadi sedikit padahal occupancy lumayan,” saya
masih menggerutu.
“Masih
mending kan mbak, dapat service charge. Saya enggak,” katanya santai sambil
masih tetap senyum-senyum. Saya melongo tak percaya.
Saya
baru tahu kalau ternyata bli Bagus hanyalah seorang daily worker. Yah, ternyata
selama ini dia daily worker. Pekerja hotel yang dibayar lepas per hari tanpa
mendapatkan tunjangan apapun. Mulanya saya pikir, dia menjadi staff tetap
seperti kami dan mendapatkan fasilitas yang sama seperti yang kami dapatkan. Meskipun
menjadi daily worker, bli Bagus tetap bekerja sangat baik. Saya jarang
mendengar dia mengeluh, apalagi mengeluhkan tentang gaji kami yang timpang,
berbanding 1:4 dengan porsi pekerjaan yang sama berat. Untuk kali kedua, saya
merasa ditampar, bli Bagus lagi-lagi memberikan pelajaran. Selalu bersyukur
dengan apa yang telah kita miliki, karena bisa jadi orang lain tidak
seberuntung kita. Saya jadi merasa sangat malu…
Sayang
sekali, meski di mata kami semua bli Bagus menjadi bell idola, namun ternyata
management malah memandangnya sebelah mata. Management kurang memberikan
kepercayaan kepada bli Bagus untuk dipromosikan menjadi staff regular seperti
kami. Buktinya, ketika di team kami membutuhkan orang tambahan, management
malah lebih suka merekrut orang baru daripada merekrut bli Bagus, yang belum
tentu memiliki dedikasi dan loyalitas seperti bli Bagus. Kami semua kecewa.
Kamipun
mencoba berbagai cara supaya bli Bagus mendapatkan promosi karena memang kami
semua menganggap dia layak, mulai menghadap langsung ke HRD, hingga merayu
night manager supaya memasukkan topic tentang promosi untuk bagus di morning
briefing kepada GM. Sayangnya posisi FOM saat itu sedang kosong sehingga kami
tidak memiliki atasan langsung yang bisa menyampaikan aspirasi kami. Hasilnya?
Seperti biasa. Aspirasi kami kurang didengar. Janji promosi untuk Bagus
tinggallah janji yang tidak jelas kapan bisa terealisasi.
Bulan
Agustus sepertinya membawa berkah tak hanya bagi umat muslim yang merayakan
hari raya Idul fitri, namun juga bagi kami para pekerja hotel. Hampir sebulan
penuh, occupancy hotel selalu penuh sehingga service charge di akhir bulan
menjadi banyak. Ketika menerima payroll akhir bulan dari night manager,
kebetulan kami iseng-iseng membicarakan masalah promosi Bagus. Dan entah siapa
yang memulai, kami merencanakan kejutan kecil untuk Bagus.
Siang
itu di bulan September, saya dan Deta, salah seorang bell brondong yang berbody
ABRI hati Barbie, mengajak bli Bagus untuk rapat bertiga di Concierge store.
Dasar lugu, Deta langsung saja memulai ‘acara’ tanpa aba-aba.
“Bli
Gus, ini dari FO team..” langsung saja brondong Barbie ini mengulurkan selembar
amplop putih.
Bli
Bagus tentu saja terkejut dan reflek bertanya, “ ini apa? Maksud kalian apa?”
“Service
charge bulan ini bagus, bli. Jadi, ya, sebagai team, kami semua ingin berbagi
sedikit dengan bli Bagus. Ini semua dari teman-teman. Ikhlas. Jangan dilihat
dari nominalnya, mungkin tak seberapa. Lihat dari niatnya, ya?” Deta
menjelaskan panjang lebar. Mungkin ada semenit kami hanya berpandang-pandangan
sampai akhirnya bli Bagus buka suara.
“Makasih
ya teman-teman. Saya tidak menyangka kalian sebegitu perhatiannya sama saya.”
Bli Bagus berkaca-kaca.
Mulanya
saya yang seharusnya mewakili team untuk menyampaikan itu semua ke Bagus. Tapi
dasar cengeng, saya tidak bisa. Untungnya ada Deta. Saya segera berbalik dari
suasana penuh haru itu. Tak bisa lama-lama melihat mata yang berkaca-kaca itu.
***
“Pagi
Babeh…” saya menyapa Pak Medi, night manager saya yang super sabar, seperti
bapak sendiri sehingga saya memanggil beliau babe, meskipun Pak Medi bukan
orang betawi.
Babeh
terlihat serius memandangi layar handphonennya. Lalu bergumam sedikit, “buruk
Ann. Seminggu lagi semua daily worker dirumahkan*.”
Tenggorokan
saya tiba-tiba tercekat. Seperti tak percaya.Mentang-mentang posisi FOM sedang
kosong, masa sih tidak ada yang bisa memperjuangkan? Pak Medi memang night
manager, namun beliau tidak memiliki kewenangan apapun dalam hal ini.
“Memangnya
sudah pasti, beh? Apa buktinya? Kenapa?” saya masih tidak terima. Berharap ini
hanya isu belaka.
“Kamu
buka email saja Ann, tanggal kemarin. Ada attachment minute meeting. Semuanya
ada di situ.” Babe mengintruksikan saya untuk menggunakan komputer reservasi
yang lokasinya bersebelahan dengan meja night manager. Sepagi itu, orang reservasi belum ada yang
datang.
Seperti
dihantam badai, saya harus percaya berita itu benar.
“Beh,
tolong jangan bilang Bagus dulu, ya? Coba nanti siang aku sama mbak Melin
ngomong ke orang HRD, mungkin ada jalan lain.”
Babe
mengangguk.
Siang
itu…
Mbak
Melin yang baru datang langsung menyapa saya dengan berseri-seri. Hari ini dia
telat 5 menit. Tumben, ‘sedikit’ on time.
“Mbak
Anna…” sapanya.
Namun
hari ini saya tak sedang ingin membahas mengenai keterlambatannya. Tanpa basa
basi, saya langsung menarik tangannya menuju kantor FOM yang kosong.
“Mbak,
Bagus mau dirumahkan.”
“Hah???!!!
Lha kok iso to yo?” Ekspresi kagetnya membuat logat Jawanya keluar. Come on
mbak Melin, ini bukan saatnya bercanda.
“
Ada emailnya tentang hasil minute meeting kemarin. Banyak Daily worker yang
harus dirumahkan.”
“Tapi
ya jangan Bagus toh yo! Kalau Bagus dirumahkan, bell kurang orang! Nanti kalau
ada salah satu bell yang libur siapa yang mau jadi bell?”
Saya
menggeleng. Tiba-tiba pintu kantor FOM terbuka perlahan. Bli Bagus rupanya.
“Mbak…
kok pada rapat sendiri disini? Saya gak diajak?” katanya seperti tak ada
apa-apa. Padahal saya tahu, Bagus juga pastinya sudah membaca hasil minute
meeting sialan itu.
“Ada
apa Gus?” Mbak Melin juga berusaha bersikap sewajar mungkin. Tapi dalam hati,
entahlah.
“Saya
minta mbak revisi schedule bell untuk minggu depan, sekalian minta tanda tangan
form ini…” katanya seraya menyerahkan form pemberhentian kerja. Saya mulai
muak.
“
Enggak, Gus. Aku gak mau revisi schedule. Aku gak mau tandatangan ini.” Mbak
Melin merampas form itudari tangan Bagus dan beranjak dari tempat duduknya.
“Aku
mau ngomong dulu ke HR, mungkin ada jalan lain.” Mbak Melin mengisyaratkan saya
untuk ikut. Kamipun beranjak ke ruang HRD, meninggalkan Bagus sendiri di ruang
FOM dengan wajah sedih. Saya segera bergegas. Tak sanggup melihat wajah itu…
***
“Jadi
kenapa Bagus, Pak?” suasana di ruang HRD sudah panas bahkan sebelum kami masuk
tadi. Kami sudah lama memperjuangkan Bagus untuk bisa dipromosikan menjadi
staff regular seperti kami selama enam bulan tanpa kepastian. Sekarang
management mengadakan pengurangan daily worker dan Bagus termasuk di dalamnya,
tentu keputusan itu amat menyakitkan.
“Maaf,
Bu Melin, Bu Anna. Tidak hanya pak Bagus. Kami juga ada pengurangan di semua
departemen, tidak hanya front office. Dan ini sudah menjadi keputusan
managemen, atas intruksi dari General manager, kami sebagai HRD hanya
menjalankan apa yang sudah diintruksikan.” ini penjelasan dari orang HRD. Saya
semakin muak.
Percuma
berdebat. Jalan lainpun tidak ada. Hanya berharap semoga dalam waktu dekat ada
lowongan untuk bell yang berstatus staff regular dan kami akan mengajukan Bagus
kembali.
Saya
pulang masih dengan hati yang hancur. Bukan, saya tidak memiliki ikatan emosi
apapun dengan Bagus. Saya hanya melihat Bagus sebagai rekan yang baik dan
memang sangat layak untuk diperjuangkan. Sayang, ternyata management kurang
bisa ‘melihat’ kinerja bli Bagus. Itu yang membuat saya sangat tidak bisa
menerima keputusan tak adil yang mendadak itu. Saya pernah ada di posisi Bagus.
Saya masih ingat rasanya. Masih terlalu ingat bagaimana sakitnya. Dan saya
tidak mau, hal yang sama terulang di rekan saya.
Tiba-tiba
handphone saya bergetar. Ada pesan masuk. Dari Bli Bagus. Ah, saya tidak mau
membukanya. Saya betul-betul tak tega. Tapi, sebagai teman yang baik, saya juga
tak ingin mengacuhkannya. Saya takut, dia malah berfikiran buruk.
Saya
terenyuh. Rasa kesal itu perlahan menghilang, lalu berganti ikhlas. Saya merasa
malu. Seperti tertampar, untuk ketiga kalinya. Bli Bagus ternyata punya hati yang besar. Saya sebagai sahabat seharusnya membesarkan hatinya, bukannya dia yang membesarkan hati kami. Mungkin saat ini, kami harus
mengikhlaskan Bagus. Tapi saya yakin, Tuhan punya skenario lain yang lebih
indah dari yang kami semua harapkan.
Mudah-mudahan.
2 komentar
ahhhhhh pernah ngalamin kaya gini juga di hotel lama, dan akhirnya dapet kontrak permanen di hotel lain!
ReplyDeleteSaya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.
ReplyDelete