Saat
sedang senggang, salah satu kerjaan saya dan teman-teman lain untuk mengisi
waktu adalah ngomongin orang.
Akuilah,
ngerumpi dan ngomongin orang itu sudah jadi satu paket dan sudah membudaya. Tak
hanya kalangan perempuan loh, teman saya yang laki-lakipun doyan ngerumpi.
Bahkan, manager saya sekalipun!
Ceritanya
saat itu salah seorang manager saya sedang stand by di belakang meja
receptionist ketika sepasang bule nenek-nenek dan kakek-kakek datang.
“I
passed through this location and accidentally saw your hotel. It is very
lovely. I’d like to see what do you have, for our reference for next holiday.
It will be lovely if we could see your room as well.”
Rupanya
mereka ingin melihat kamar. Kebetulan sekali hotel sedang sepi, jadi kami ada
waktu untuk hotel tour, membawa mereka melihat-lihat kamar dan fasilitas
hotel lainnya seperti swimming pool, restaurant, gym, dan spa.
Saya
baru saja mau membuatkan kunci kamar, ketika Soni, salah seorang teman
receptionist malah menawarkan diri untuk mengantar.
“Daripada
bengong. “ Katanya.
Ya
sutralah.
Sayapun
sibuk ngerumpi dengan manager saya sampai pasangan nenek-kakek tersebut kembali
ke lobby. Teman saya mendatangi saya, meminta secarik kertas berisi guest
detail untuk diisi oleh pasangan tersebut.
Tiba-tiba,
manager saya nyelutuk,
“Itu
nenek-nenek ama kakek kakek ngapain, Son?”
“Mau
booking kamar. “
“Ahahaha…
mau bulan madu kali ya?” Manager saya terkekeh. Soni diam.
Saya
merasa ada yang tidak beres…
Sampai
Sonny kembali dari mengantar mereka dan bilang,”Pak, kenapa juga bapak ngomong
gitu pas mereka nulis guest detail? Mereka bisa bahasa Indonesia loh!”
“What???!!!”
Nah,
lo? Manager saya langsung pucat pasi.
Kapok?
Enggak tuh. Namanya juga sudah membudaya, kami jadi berkaca dari pengalaman
itu, bahwa bule di Bali itu sudah banyak yang bisa bahasa Indonesia karena
sudah kelamaan atau keseringan tinggal disini dan banyak bergaul dengan orang
lokal. Jadilah, bahasa Indonesia kami hindari. Alternatifnya pakai bahasa
daerah, yaitu bahasa Jawa. Kebetulan sesama rekan kami yang front office, ada
tiga orang yang dari Jawa. Dua orang dari Semarang, dan saya dari pelosok Jawa
timur. Rasanya senaaang banget bisa blak blakan ngomongin orang tanpa khawatir
orang tersebut mengerti apa yang kami bicarakan. Jangankan tamu, rekan kerja
kami yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai suku seperti Sunda, Bali,
dan Batak juga bête kalau kami sedang keceplosan ngomong pakai bahasa Jawa
padahal sedang briefing! Sebagian ada yang merasa tersinggung karena
dikiranya kami sedang ngerumpiin dia! Entahlah, rasanya mulut ini tersetting
otomatis akan switch ke bahasa Jawa kalau saya mau ngomong dengan teman
saya yang orang Jawa, sama halnya ketika berhadapan dengan tamu saya yang bule,
saya akan otomatis switch ke bahasa Inggris, atau langsung nyerocos
pakai bahasa Indonesia kalau mau ngobrol dengan teman beda suku.
Sampai
suatu hari kami memperhatikan seorang pria bule segede gaban menggandeng
seorang cewek Bali yang kurus sekali. Keduanya masuk area lobi dan langsung
duduk di sofa membelakangi kami, tak jauh dari konter reception. Hasrat
ngomongin orang tiba-tiba muncul begitu saja, dan bertanyalah saya kepada Soni.
“Son, awakmu milih endi, duwe pacar sing lemu opo
sing kuru?” (Son, kamu
pilih yang mana, punya pacar yang gemuk apa yang kurus?)
“Sing
kuru ae Ann.” (Yang kurus aja
Ann)
“Opo’o?”
(kenapa?)
“Ngirit
ban! Hahaha..”
Kamipun
ngakak sama-sama. Sampailah seorang pria bermuka Jawa menghampiri saya dan
bertanya,
“Mbak,
ada kelihatan mister Joko disini?”
Saya
bengong pandang-pandangan dengan Soni.
“Mister
Joko? Aneh banget namanya.” Kami lanjut ngakak.
“Iya.
Tadi katanya kesini mau minum sebantar di café. Cafenya di sebelah mana, ya?”
Saya
menujuk ke lounge di lobi yang hanya dibatasi tangga. Saya lihat hanya ada dua
orang yang sedang duduk di sana, si gendut dan si kurus! Dan si pria muka Jawa
yang sepertinya seorang guide itu menuju ke sana.
Saya
langsung telepon extension lounge tersebut untuk memastikan.
“Itu
yang sedang duduk-duduk di sofa merah itu atas namanya siapa ya mbak?”
“Mister
Joko mbak. Lucu ya, muka bule tapi ngomong pakai bahasa Jawa.”
Jegeeeerrrrr!!!!!
Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong. Mampus!
Saya
lihat guide tadi ngobrol sebentar dengan mister Joko lalu bergegas pergi.
Mister Joko dan ceweknya beranjak dari café lalu malah duduk di sofa yang
letaknya paling dekat dengan konter reception sehingga sayapun mendengar percakapan mereka,
“Kok
suwe? Mobile diparkir nangendi to karo pak supir iki.” (kok lama ya? Mobilnya diparkir dimana sih sama pak supir ini?”
Kata si mister Joko.
“Ngarepe
circle K. Macet paling.” (Di depan
circle K. Mungkin macet)
Gubrak!
Ampuuuunnnn… ternyata si cewekpun orang Jawa!!!
Saya
dan Sonny langsung mematung berpandang-pandangan. Dan seperti dikomando, kami
langsung pura-pura sibuk dengan computer masing-masing. Sonny pura-pura
mengetik dengan hentakan keyboard yang nyaring, sedangkan saya pura-pura
menelepon housekeeping dan ngobrol garing.
Begitu
si guide Jawa -yang ternyata adalah driver mereka- datang dan membawa mereka
pergi, saya dan Sonni langsung ngakak
dan berguling-guling. Apeeesss… apes! Untung saja kami tidak dilabrak.
Sejak itu, kami benar-benar kapok ngomongin orang lagi!
0 komentar