My Extraordinary Manager
By Anna - December 03, 2013
Kerja
bertahun tahun dan masih menjadi bawahan -memang ini sudah menjadi pilihan
hidup saya (atau nasib?), saya mengalami
banyak moment bersama atasan saya. Bapak Manager. Berkali-kali berganti-ganti
manager, saya jadi iseng ingin menuliskan sesuatu tentangnya.
Menjelek-jelekkan? Oh, maaf kali ini anda salah. Saya memang bukan orang yang
gampang memberi pujian (tapi gampang sekali mencela-seperti anda juga, kan?
Hayo ngaku!). Namun, karena manager saya kali ini extraordinary alias tidak
biasa, saya rasa saya perlu menulis sesuatu setidaknya sebagai bentuk
apresiasi, bahwa kami staffnya senang dipimpin oleh manager sableng sepertinya.
Bahwa kami, anak buahnya, lebih merasa diperlakukan sebagai teman daripada
sebagai bawahan pada umumnya. Tailah.
***
Sejak
FOM saya yang lama resign, kami sebagai Front Office team agak kelimpungan
karena tidak memiliki “bapak”. Banyak masalah di operasional seperti banyaknya
complain dari tamu yang kurang tertangani, masalah keuangan tamu seperti card
verification credit card yang tidak terelease, credit card declined, dan masih
banyak lagi. Tak hanya urusan opersional di Front Office sendiri, urusan lain
yang menyangkut departemen lain seperti reservasi yang pembayarannya tidak
jelas, banyaknya kamar yang out of order, sampai kamar yang kurang bersih,
semua permasalahan sepertinya sengaja dilempar ke FO mentang-mentang kami
sedang jadi anak yatim dan tidak memiliki ‘orang tua’ untuk mengadu.
Hampir
sebulan berlalu sejak kepergian FOM lama, kami mendapati iklan lowongan kerja
yang dipasang di mading kantin saat hendak makan siang. Lowongan FOM! Kami
langsung jingkrak-jingkrak karena bakalan punya bapak lagi, namun tak lama
euphoria kami luntur ketika membaca salah satu persyaratannya: “usia maksimal 28
tahun”. What? 28 Tahun? Ini posisi manager loh, bukan supervisor. Kami sih
masih bisa terima jika persyaratan tersebut ditujukan untuk lowongan
supervisor, tapi ini manager loh! usia 28 tahun bisa apa? Bisa nyalahin orang?
Secara logika, kerja di hotel itu pengalaman menjadi snagat penting. Sebelum
menjadi manager, minimal harus pernah menjadi supervisor, dan untuk menjadi
supervisor, minimal harus sudah pernah menjadi team leader atau setaranya. Dan
untuk menjadi team leader FO, tentu harus sudah pernah menjadi bagian dari FO
team itu sendiri, bukan? Secara untuk menjadi receptionist saja, seorang staff
harus bisa di Concierge dulu lah, atau jadi Guest relation terlebih dahulu.
Dengan usia maksimal 28 tahun, berarti kalau misalnya meniti karir dari nol, harus
naik ‘kelas’ setiap tahunnya? Kamipun nggerundel karena ternyata HRD kami
mencari manager karbitan. Kami lebih suka memiliki manager yang sudah tuwir,
jelek, botak, tapi dewasa dan bisa menjadi problem solver yang baik daripada
memiliki manager yang masih muda, ganteng, tapi alay. Iya, alay.
Tak
lama, management akhirnya mendapatkan manager pengganti. Saya sih tak berharap
banyak, hanya bisa berdoa mudah-mudahan meskipun manager kami ini masih muda
belia (usianya ‘baru’ 27 tahun), tapi tidak sedang dalam masa puber yang
emosinya labil. Karena nama aslinya tidak boleh dipublikasikan, sebut saja
manager baru ini namanya “Pak manager”. Mulanya sih kami terlalu meremehkan
lagi-lagi karena alasan usia, namun ternyata ketakutan kami yang berlebihan itu
tidak beralasan sama sekali dan teori kami tidak terbukti. Bapak Manager kami
bukanlah seorang manager biasa.
Berikut
ini beberapa hal yang membuat kami ngecap bango sekaligus geleng-geleng kepala
dengan bapak manager kami sekarang:
1.
Isengnya
naudzubillah.
Kalau misalnya kami sedang sibuk handover pekerjaan, pak FOM ini
biasanya langsung nimbrung. Kalau tiba-tiba ada telepon berdering, dia yang
paling sigap mengangkat telepon. Wow, fast respon. Bukan FOM saya namanya kalau
telepon itu langsung dia jawab. Yang ada, dia cepat-cepat angkat telepon dan
horn langsung ditempelkan ke reception terdekat. Biasanya ke saya. Ya, saya. Lalu
dia buru-buru ngacir kabur sebelum saya nyembur nyumpah-nyumpahin.
2.
Manggil
gak jelas.
Yang ini sering sekali terjadi. Skenarionya, si bapak telepon ke
extension saya. Kalau saya lagi handle tamu, maka bapak akan menyuruh saya
handle tamu terlebih dahulu. Namun jika kedengarannya saya lagi santai…
Bapak: Anna, bisa ke ruangan saya sebentar? Ada yang penting yang
mau saya tunjukin ke kamu.
Saya : Baik Pak, saya segera
kesana.
Begitu sampai di kantor si bapak… si Bapak ternyata sedang sibuk
dengan layar komputernya. Begitu menyadari kehadiran saya, si bapak langsung
memutar layar monitornya. Si bapak nunjukin seseorang yang lagi nyengir pakai
kawat gigi yang suer nggak banget.
Bapak: Ann, lihat. Mirip banget sama kamu, ya? Hahaha…
Saya langsung senyum asem.
“Bapak… manggil saya kesini
cuman buat nunjukin itu doang?”
“Iya.” Jawabnya dengan muka innocent tanpa dosa. Sama sekali tanpa
dosa.
3.
Eat,
eat, and eat.
Bapak saya yang satu ini kalau sedang senggang, kerjanya makaaaan…
mulu. Kami anak-anaknya sampai hapal. jangankan saat senggang, saat briefingpun, kami sedang sibuk over handle kerjaan dan beliau sibuk makan. Iya, makan. Kalau dia masuk bawa kantong kresek warna
biru, artinya dia bawa gorengan, karena belinya di kaki lima. Kalau dia datang
bawa kresek putih ada logo merah pasti isinya roti-rotian semacam sari roti dan
saudara-saudaranya, karena dia belinya di Alfamart. Kalau Dia bawa kardus
cokelat yang bentuknya pipih dan ditenteng sambil nyengir, artinya dia bawa
Pizza. Kerennya, kalau beliau bawa-bawa makanan seperti itu, anak-anak pasti
dipanggil semua ke ruangannya. Apa lagi, kalau bukan ngemil bareng. Hehehehe,
jangan sirik sama boss saya, ya!
Ini manager saya loh yang ngajarin potong kue pakai kunci kamar
4.
Narsis
level dewa.
Si bapak manager yang satu ini selain narsis banget dan suka banget
mamerin foto-fotonya di facebook, ternyata juga hobby banget nampang di
wallpaper computer anak-anak reception. Bayangkan, si bapak foto pose paling
ganteng, nyengir jumawa penuh charisma, lalu hasil fotonya dijadiin default
wallpaper di seluruh computer yang dipakai anak-anak reception. Si bapak
rupanya lupa kalau anak-anaknya kreatif dan pada jago dandan, alhasil foto si
bapak yang keren abis itu dicoreng moreng diedit sedemikian rupa sehingga
wajahnya berwarna-warni gak karuan dan.. dipajang dsebagai wallpaper! Sialnya,
suatu ketika ada seorang tamu yang pinjam computer reception karena harus
buru-buru ngeprint sesuatu, dibuat shock dengan wallpaper paling fenomenal itu…
5.
Best
problem solver ever.
Jujur, saya gak pernah nemu manager yang tiap hari haha hihi macam
bapak yang satu ini. Gak pernah marah dan selalu menyelesaikan masalah dengan
santai. Ada tamu complain? Ada salah satu staff yang berantem? Boss besar alias
pak GM marah karena ada something yang tidak proper? Semua ada jalan keluarnya.
Itu prinsip bapak yang satu ini. Tak perlu diselesaikan dengan marah-marah
karena marah-marah hanya akan menimbulkan masalah baru. Keren, bukan?
6.
Suka
bagi-bagi pulsa.
Yang ini, tentu ada syaratnya. Kalau nama kami muncul di komentar
bagus trip advisor, maka si bapak tak akan segan-segan kirim pulsa di akhir
bulan setelah gajian. Nilainya memang tak banyak, namun, hadiah kecil semacam
ini bagi kami merupakan sebuah penghargaan besar yang secara langsung maupun
tidak langsung memotivasi untuk bekerja lebih baik. Jika pelayanan kami bagus,
tamu akan senang, lalu nulis review bagus di situs trip advisor, image hotel
menjadi bagus pula bukan? Bonus, budget buat beli pulsa bisa dipakai jajan
karena dapat hadiah pulsa dari si bapak. Asyik, kan?
7.
Slengekan.
Yang ini sudah tentu. Bercanda-bercanda kalau anak-anak sedang
senggang. Bergosip ria atau mendekati anak FB yang endingnya dapat Cappuccino
gratisan.
See? Can you believe it?
8. CMIIW
Boss saya yang satu ini demen banget berinovasi. Hebatnya, inovasi barunya ini dikonsultasikan dulu kepada subordinatenya sebelum diterapkan. Ketika sedang membahas ide barunya, pak boss sih mukanya serius level kuntilanak beranak gitu sih, tapi endingnya dia bilang, "CMIIW!"
Saya dengan muka bingung, karena tidak tahu apa yang barusan dia bilang, otomatis saya bertanya, "Maaf, Pak. Barusan itu apa, ya? cemiw?" Wew, saya jadi geli sendiri.
"Iya, cemiw." katanya lagi.
"Correct Me If I am Wrong, CMIIW, kan?"
Ya oloh...
09. Maling Bulpen
Di kantor, saya tergolong yang paling sentimen dengan keberadaan bulpen. Saya pasti ngamuk kalau tiba-tiba bulpen saya menghilang secara misterius. Bulpen memang harganya tidak mahal sih, tapi akan sangat tidak nyaman kalau tiba-tiba bulpen hilang, kan? Bayangkan saja kalau saya tiba-tiba harus handle tamu yang check in atau check out dan saya harus minta tanda tangan tamu dan bulpen saya gak ada! Saya bakalan langsung ngomel gak peduli dengan anak bell atau sesama anak reception yang kebetulan in charge bareng saya. Saya asal nuduh saja gitu, gak peduli beneran mereka yang 'pinjam' atau orang lain. Nah, kalau ternyata manager saya yang ngembat?
"Pak, balikin bulpen saya!" . Dan seperti biasa, manager saya pasang muka innocent tanpa dosa, padahal itu bulpen jelas-jelas sedang dipakai sama beliau. Errrr...
Bukan, bukan manager saya namanya kalau beliau kapok ngembat bulpen saya meskipun itu bulpen murahan saya tagih terus-terusan. Karena cara biasa sudah saya hapal (saya memperhatikan gerak gerik beliau kalau sedang berada di sekitar meja saya), dan sering pula kepergok nyolong bulpen, beliaupun berinovasi degan cara lain.
"Ann, pinjam komputer kamu sebentar dong." Serius. Tumben, mukanya serius banget. Sayapun tahu diri langsung menggeser kursi dan angkat pantat.
Saya lihat si bapak mengutak atik sistem sebentar, lalu menoleh ke arah saya.
"Kamu pindah saja di komputer sebelah," Katanya.
Waduh. Mampus. Kalau si bapak cuma utak atik sistem sih gak apa-apa. Itu tadi masalahnya saya buka facebook di komputer dan saya belum sempat log out. Bukan takut diomelin, tapi takut dibajak.
Baru saja pantat saya nempel di kursi meja sebelah, si bapak sudah beranjak.
"Makasih ya. Anna baik deh." Katanya senyum-senyum. Mencurigakan.
Saya buru-buru menuju meja komputer saya. Facebook saya masih aman. blog saya juga aman. Tapi saya tetap merasa ada yang aneh. Tapi apa?
Saya lihat sekeliling dan menyadari sesuatu. bulpen saya kembali raib!
10. Kerja! Jangan browsing mulu!
Karena kondisi hotel lagisepi-sepinya (maklum, lagi low season broh!), bosan mengutak atik sistem, sayapun iseng ngutak atik handphone. Ketika buka facebook, saya mendapat notifikasi dari salah satu teman yang mengirimi saya gambar yang menurut saya bagus. Iseng, saya forward gambar tersebut ke boss saya, dan tak lama... notifikasi saya nambah satu karena ada tanggapan dari pak Boss.
Meskipun slengekan kami tak pernah kehilangan respek terhadap beliau.
Justru malah segan, karena beliau sudah sangat baik dan membuat suasana kerja
selalu cair, nyaman, dan menyenangkan. Tentu kami akan merasa tak enak jika
kami berbuat salah atau berbuat hal yang konyol.
Saya jadi berfikir, jika manager saya menerapkan pola kememimpinan seperti itu tanpa harus kehilangan respek sebagai atasan, kenapa juga masih banyak boss di luaran sana yang otoriter? Percayalah, tindakan otoriter anda hanya membuat anda ditakuti, bukan disegani. Setuju?
Boss saya yang satu ini demen banget berinovasi. Hebatnya, inovasi barunya ini dikonsultasikan dulu kepada subordinatenya sebelum diterapkan. Ketika sedang membahas ide barunya, pak boss sih mukanya serius level kuntilanak beranak gitu sih, tapi endingnya dia bilang, "CMIIW!"
Saya dengan muka bingung, karena tidak tahu apa yang barusan dia bilang, otomatis saya bertanya, "Maaf, Pak. Barusan itu apa, ya? cemiw?" Wew, saya jadi geli sendiri.
"Iya, cemiw." katanya lagi.
"Correct Me If I am Wrong, CMIIW, kan?"
Ya oloh...
09. Maling Bulpen
Di kantor, saya tergolong yang paling sentimen dengan keberadaan bulpen. Saya pasti ngamuk kalau tiba-tiba bulpen saya menghilang secara misterius. Bulpen memang harganya tidak mahal sih, tapi akan sangat tidak nyaman kalau tiba-tiba bulpen hilang, kan? Bayangkan saja kalau saya tiba-tiba harus handle tamu yang check in atau check out dan saya harus minta tanda tangan tamu dan bulpen saya gak ada! Saya bakalan langsung ngomel gak peduli dengan anak bell atau sesama anak reception yang kebetulan in charge bareng saya. Saya asal nuduh saja gitu, gak peduli beneran mereka yang 'pinjam' atau orang lain. Nah, kalau ternyata manager saya yang ngembat?
"Pak, balikin bulpen saya!" . Dan seperti biasa, manager saya pasang muka innocent tanpa dosa, padahal itu bulpen jelas-jelas sedang dipakai sama beliau. Errrr...
Bukan, bukan manager saya namanya kalau beliau kapok ngembat bulpen saya meskipun itu bulpen murahan saya tagih terus-terusan. Karena cara biasa sudah saya hapal (saya memperhatikan gerak gerik beliau kalau sedang berada di sekitar meja saya), dan sering pula kepergok nyolong bulpen, beliaupun berinovasi degan cara lain.
"Ann, pinjam komputer kamu sebentar dong." Serius. Tumben, mukanya serius banget. Sayapun tahu diri langsung menggeser kursi dan angkat pantat.
Saya lihat si bapak mengutak atik sistem sebentar, lalu menoleh ke arah saya.
"Kamu pindah saja di komputer sebelah," Katanya.
Waduh. Mampus. Kalau si bapak cuma utak atik sistem sih gak apa-apa. Itu tadi masalahnya saya buka facebook di komputer dan saya belum sempat log out. Bukan takut diomelin, tapi takut dibajak.
Baru saja pantat saya nempel di kursi meja sebelah, si bapak sudah beranjak.
"Makasih ya. Anna baik deh." Katanya senyum-senyum. Mencurigakan.
Saya buru-buru menuju meja komputer saya. Facebook saya masih aman. blog saya juga aman. Tapi saya tetap merasa ada yang aneh. Tapi apa?
Saya lihat sekeliling dan menyadari sesuatu. bulpen saya kembali raib!
10. Kerja! Jangan browsing mulu!
Karena kondisi hotel lagisepi-sepinya (maklum, lagi low season broh!), bosan mengutak atik sistem, sayapun iseng ngutak atik handphone. Ketika buka facebook, saya mendapat notifikasi dari salah satu teman yang mengirimi saya gambar yang menurut saya bagus. Iseng, saya forward gambar tersebut ke boss saya, dan tak lama... notifikasi saya nambah satu karena ada tanggapan dari pak Boss.
Pak Boss komen, artinya pak Boss juga lagi... Upppsss!
Saya jadi berfikir, jika manager saya menerapkan pola kememimpinan seperti itu tanpa harus kehilangan respek sebagai atasan, kenapa juga masih banyak boss di luaran sana yang otoriter? Percayalah, tindakan otoriter anda hanya membuat anda ditakuti, bukan disegani. Setuju?
6 komentar
you rock dude........man, kecoak udh jd buaya sekarang...cheers and beers...
ReplyDeleteyou rock dude,,,,man, kecoa udh jd buaya....cheers n beers.....
ReplyDeleteSupeer Sekalii .....
ReplyDeleteSalam Jancokers boss "Seleketeb"
mantap.. pak boss.. bersyukur banget tuh yg punya boss.. beliau.. konyol.. tapi keren..
ReplyDeletekeren bgt boss nya..
ReplyDeletesayang, ga smua boss kaya gt :D
jangankan jadi manager muda, jadi supervisor saat muda sbenernya sulit, karir saya jadi division leader diumur saya 21 tahun dan menjadi supervisor di hotel saat berumur 22 tahun, sulitnya karena sudah diremehkan terlebih dahulu saat pertama karena faktor usia, yah karena saya memulai karir di umur 17 tahun di HK, dan department lainnnya jadi setelah 4 tahun pengalaman saya berani apply menjadi spv,,,, dan setelah beberapa pindah hotel, saya suka punya manager yang muda, karena walaupun emosi mereka tidak stabil, tapi action plan mereka terkadang menarik dan problem solving mereka lebih cepat, dan lebih idealis dan berani, sebenarnya di beberapa hotel bintang 3 banyak sekali manager dibawah umur 30 tahun yang karena faktor usia gak bisa bekerja jadi manager di hotel bintang 5 karena diragukan pengalamannya , gw rasa ada alasanya HRD dan management memberi persyaratan di bawah umur 28 thn--- Reza-
ReplyDelete