Bulu Mata Sapu Badai
By Anna - January 10, 2013
Salah satu rekan saya sesama anak
training yang paling dekat dengan saya bernama Ayu. Berasal dari Bandung,
kuliah di Jakarta dan training di Bali. Sesuai namanya, Ayu menurut saya
cantik, tapi kadang terlalu berlebihan bermake up sehingga lebih mirip
ondel-ondel berjalan ketimbang miss universe.
“Grooming is number one in the hotel
industry.” Katanya selalu mengingatkan setiap orang akan pentingnya dandan.
Grooming memang perlu, tapi juga gak
usah lebay begitu kaleee…
Ayu hobbinya dandan dan belanja
barang-barang bemerek. Sok borju karena memang orang tuanya berada. Meski
begitu, kalau lagi belanja di bazaar, cara dia menawar langsung membuat
siapapun langsung kabur dan pura-pura gak kenal saking ilfilnya.
“ Duh… tasnya lucu. Berapaan ini
Bang?”
“Lima puluh ribu, Mbok*.”
“Kurang dikit ya.”
“Ya udah, deh. Berapa?”
“Lima ribu boleh ya Bang. Saya bayar
tunai loohh…”
….
Setiap kali ada beauty training ,
Ayu yang paling antusias dan tidak pernah absen. Dengan semangat, Ayu mengajak
teman-teman yang perempuan untuk ikut beauty class. Saking antusiasnya,
kadang-kadang dia sampai mentraining rekan-rekannya sendiri yang sesama trainee
dengan materi dandan-dandanan sebelum beauty class beneran dimulai.
Selain dandan, Ayu kecanduan
perawatan di salon. Dari ujung kaki hingga ujung rambut, tak luput dari segala
treatment yang ampun deh ribetnya. Meni pedi, luluran, cream bath, cukur alis
hingga cukur bulu kaki semuanya di salon. Bulu mata palsu, kuku palsu, alis
ditatto, rambut dicat cokelat mengkilap, dan bibirnya yang selalu berair
(maksudnya lipstiknya shining seperti berair, bukannya dia lagi ileran) membuat
Ayu dicap sebagai Asian doll made in China.
“Kalau mau jegeg**, memang mahal.”
Katanya dengan enteng.
Heran, kalau nawar di bazaar bisa
sampai segitunya, tapi begitu masuk salon ampun deh royalnya.
Suatu hari, Ayu ngajakin saya ikut
ke skin care langganannya. Saat konsultasi dengan dokter, saya diajak ikut
serta.
“Dokter, kulit muka saya akhir-akhir
ini berminyak sekali. Jadi mudah terkena jerawat.” Ayu menunjuk satu jerawat
yang merah meradang di pipi kirinya.
Buseeett... konsultasi jerawat
seupil gitu aja segitunya!
“Nanti difacial saja ya? Dipeelingnya
pakai peeling yang biasanya, lalu pakai masker A yang mengandung bla bla bla supaya
kulit tidak memproduksi minyak berlebih. Selanjutnya pakai cream B yang
mengandung bla bla bla supaya jerawat tidak mudah tumbuh.”
Haikkkksss, iklan TV udah pindah
tempat ternyata.
“Wajahnya sedikit kusam dan kasar
ya?” Si dokter menganalisa kulit Ayu.
“Terus,… harus gimana dong dokter?” Raut
muka Ayu berubah sangat khawatir.
Biasa aja kaleee…
“Sebaiknya diamplas saja.” Seru si
dokter tenang.
Saya melongo. Mencoba
mengingat-ingat apa itu amplas. Wait! Amplas itu bukannya semacam kertas kasar
yang digunakan untuk menghaluskan permukaan material dinding, kayu atau besi?
Kalau wajah diamplas, seperti apa rasanya? Saya semakin bergidik. Ngeri.
“Kalau mau wajahnya mulus, sebaiknya
memang sering diamplas!” Si dokter meyakinkan. Saya jadi ragu, ini dokter jangan-jangan
dulunya mantan kuli bangunan. Buktinya, dia ahli dalam amplas mengamplas.
“Kalau mau amplas wajah, biayanya
berapa dok?” Ayu bertanya tanpa sedikitpun khawatir.
“Satu juta lima ratus.” Si dokter
tersenyum mantap.
Saya menelan ludah.
***
“Bulu mata kamu pendek dan lurus
Ann, sebaiknya di extension dan dikeriting saja.” Saya bengong. Rambut
disambung atau dikeriting sih saya sudah sering lihat. Tapi kalau bulu mata
dikeriting? Salah-salah mata saya yang jadi keriting! Eh…
Ayu memaksa saya untuk keriting bulu
mata di salon langganannya. Meski ragu, saya ikut juga karena penasaran seperti
apa kalau bulu mata dikeriting. Ternyata, bulu mata saya yang seupil itu
digulung dengan semacam silinder kecil berperekat, lalu sekitar tiga kali
berturut-turut bulu mata diolesi dengan obat keriting setiap setengah jam
sekali. Selama menunggu jeda setengah jam, yang saya bisa lakukan hanya tiduran
karena mata saya ditutup total dengan semacam selotip plastic. Jangan tanya
rasanya gimana. Periiiihhhh…! Sayapun bertahan. Ternyata, untuk jadi cantik itu
menyakitkan!
Dua jam yang berlalu dengan penuh
penderitaan akhirnya berakhir juga. Saya sudah tidak sabar ingin melihat hasil
akhir bulu mata setelah dikeriting. Sebelum pengeritingan, saya sempat browsing
sana sini untuk mendapatkan informasi. Rata-rata puas dengan hasil akhirnya.
Bulu mata menjadi lentik alami tanpa harus dijepit dengan penjepit bulu mata.
Tinggal dipakein mascara, bulu mata sudah lebat dan panjang, saingan dengan
bulu mata anti badainya Syahrini. Kelentikan itu sendiri nantinya bisa bertahan
sekitar tiga bulanan. Saya tersenyum puas. Semakin tak sabar melihat bulu mata baru
saya yang lentik.
Selotip penutup mata saya sudah
mulai perlahan-lahan dibuka. Setelah itu, roll penggulung bulu mata dilepaskan
dan saya bisa merasakan ujung-ujung cotton bud menyentuh bulu-bulu mata saya
yang terasa makin berat. Treatment selesai. Saya diminta membuka mata. Layaknya
adegan di sinetron yang tokoh utamanya baru sadar dari pingsan, saya
perlahan-lahan membuka mata. Yang saya lihat pertama kali adalah bayangan saya
di kaca. Yang saya harapkan untuk dilihat adalah bulu mata saya yang lentik.
Pada kenyataannya, saya shock berat karena bulu mata saya terlihat aneh,
menempel di kelopak mata dan kaku seperti ijuk! Kalau dibuat adegan sinetron,
mungkin si tokoh utama kembali pingsan melihat wajahnya sendiri di kaca.
“I-ini kenapa bulu mata saya lengket
begini?”
Ayu ikutan melongo dan ikutan panik.
“Mbok, kok hasilnya begini ya?”
Wajah Ayu terlihat prihatin melihat bulu mata saya yang gagal.
“Ini masih basah, jegeg. Nanti kalau
sudah kering, lentik sendiri kok. Palingan prosesnya dua atau tiga hari.”
Apaaahhh??? Jadi dua hingga tiga
hari ke depan wajah saya bakalan aneh begini?
Oke, karena masih penasaran, saya
menunggu. Sehari, dua hari, tak ada perubahan. Bulu mata saya tetap berdiri
kaku dan menempel di kelopak mata. Hari ke tiga, tetap saja begitu. Saya jadi
senewen. Saya datangi salon itu untuk dimintai pertanggung jawaban. Aduh.. ini
pasti malpraktek.
Saya sampai di depan salon yang
masih tutup. Sepuluh menit, dua puluh menit, salon tidak juga terbuka.
“Mbok menunggu siapa?” Seorang anak
kecil mengagetkan saya.
“Menunggu salon ini buka, adek.”
Jawab saya sembari harap-harap cemas.
“Ooo.. orangnya pindahan sejak lusa.
Katanya ke Lombok. Itu salonnya sudah kosong. Tiang*** tinggal di bekas salon
itu. Mama tiang mau bikin toko. Nanti mbok kalau beli apa-apa kesini saja.”
“APAAAAAHHH????”
Anti klimaks. Sinetron tamat, karena
tokoh utamanya pingsan selamanya.
Hari hari saya selanjutnya saya
lalui dengan bulu mata baru saya yang tegak berdiri menantang langit. Saya
punya julukan baru untuk bulu mata saya yang tak kalah fenomenal dari si boneka
buatan China. Julukan baru itu adalah Bulu mata sapu badai yang saya sandang selama
tiga bulan!
*Mbok : Mbak
**Jegeg : Cantik
*** Tiang : Saya
2 komentar
lol jd gimana tuh respon ayu? sabar deh sabar hehehhehe
ReplyDelete@Ricky: Ya dia masih sok innocent gitu....Haikkksss 3 bulan nih menderita punya bulu mata gak jelas...
ReplyDelete