Showing Room Tragedy
By Anna - June 13, 2013
*Kejadian
yang satu ini mohon jangan ditiru.
Di
hotel tempat kerja saya yang baru, salah satu tugas frontliner adalah
menyiapkan showing room, kamar yang akan diinspeksi atau diperlihatkan
kepada calon tamu yang kebetulan datang untuk melihat-lihat. Showing room ini
tidak dijual, tapi ditata seperti kamar normal dengan semua kelengkapannya. Untuk
standart showing itu sendiri, kami sebagai frontliner harus menjelaskan secara
detail semua fasilitas hotel seperti restaurant, kolam renang, gym, bar, dan
juga segala fasilitas yang ada di dalam ruangan mulai dari Automatic air
conditioner (AC yang otomatis akan mati saat pintu balkon terbuka selama 3
menit), safe deposit box, minibar, amenities, bathroom, dan sebagainya.
Ditambah sedikit selling trick dan menyebutkan harga yang menarik dengan
harapan tamu yang mulanya datang hanya melihat-lihat akan tertarik untuk
menginap. Sebagai kamar percontohan yang sudah bisa dipastikan vacant alias
tidak berpenghuni setiap harinya, jadilah kamar itu kadang-kadang disalah
gunakan fungsinya oleh anak-anak front desk. Apalagi kalau bukan sebagai tempat
nglewes atau kabur sebentar dari kerjaan kalau sedang sepi, karena bisa
menjadi tempat yang sangat nyaman untuk ngadem sejenak merasakan hawa AC
yang nyaman sambil nonton siaran TV plasma yang ada di kamar. Tak perlu
mengotori sprei dan duvet yang sudah dengan susah payah ditata oleh
housekeeping, karena di kamar juga disediakan sofa panjang yang juga sudah
sangat nyaman untuk sekedar rebahan. Kalau lagi kebelet, tinggal masuk ke
toilet yang juga ada di kamar yang telah lengkap semua amenitisnya, dan tak
perlu jauh-jauh ngibrit lari ke toilet khusus staff yang lokasinya nyempil di
ujung basemen. Ah, nikmatnya!
Acara
nglewes ini sendiri sudah menjadi budaya terselubung dan sudah menjadi
rahasia umum di sini. Biasanya kami sesama front desk saling berkoordinasi.
Misalnya ada teman yang nglewes di showing room, jika di saat yang sama
kebetulan ada tamu yang datang dan ingin melihat kamar, maka yang kami lakukan
adalah menelepon kamar showing. Hanya kami telepon sekitar dua dering dan
ditutup, sekedar menandakan yang sedang nglewes di kamar supaya segera
meninggalkan tempat dan merapikan kamar serta mematikan televisi karena ada
tamu yang akan masuk. Apakah selalu berjalan mulus? Tentu tidak. Sekali dua
kali, salah seorang dari kami lupa menelepon showing room ketika ada tamu yang
ingin inspeksi ke kamar. Otomatis, yang sedang berada di kamar sama sekali idak
tahu kalau ada yang bakalan masuk. Begitu mendengar ketukan (prosedur standart
ketika akan memasuki kamar meskipun kamar vacant), teman saya yang sedang asyik
ngelwes langsung siaga. Meskipun gelagapan, untunglah teman saya
seorang actor kawakan yang sangat berbakat. Saat mendengar pintu terbuka, dia
langsung otomatis berakting sedang membereskan kamar ala housekeeping yang
melakukan final inspection. Tamupun tidak curiga karena teman saya ikut-ikutan
menerangkan fasilitas hotel dengan sangat fasih dan lancar. Situasipun aman dan
terkendali.
Sepandai-pandainya
tupai melompat, pasti pernah jatuh juga. Mungkin itu pepatah yang sangat tepat
menggambarkan keadaan kami, frontliner yang hobi nglewes. Suatu hari,
tiba-tiba datang seorang tamu yang minta diperlihatkan kamar. Saya masih ingat,
namanya Mrs. White. Asal Australia, seorang pengusaha garmen di negaranya dan
lumayan sering ke Bali menghabiskan masa liburannya yang setahun bisa sampai
delapan kali (huebat!). Mrs. White sangat ramah, sambil mengobrol ringan, saya
pencet nomor showing room dan saya tutup kembali. Padahal saya tidak ingat
apakah ada salah seorang teman yang masuk atau tidak. Saya perhatikan, anggota
frontliner yang saat itu seharusnya incharge sudah lengkap, jadi memang di
showing room sedang kosong dan tidak ada orang. Baiklah, sayapun mengantar Mrs.
White ke kamar showing. Saya ketuk pintu, seperti biasa. Tidak ada jawaban. Dan
seharusnya memang tidak ada jawaban. Meskipun lancar, entah mengapa firasat
saya kok tidak enak. Saya buka pintu dan mengajak Mrs. White ke kamar.
“Wow,
this is fantastic!” Dasar bule lebay, kalau lagi senang kadang-kadang suka
berekspresi berlebihan.
Saya
tersenyum setengah nyengir. Eh, tiba-tiba ada slentingan bau aneh. Mood saya
menerangkan fasilitas hotel selanjutnya jadi buyar. Tapi melihat antusiasme
Mrs. White, saya kembali bersemangat.
“This
is your minibar,” sembari saya membuka pintu lemari minibar, “and two
bottles of complimentary water is here.”
Baru
saja saya hendak menerangkan mengenai amenities yang ada di bathroom dan
wash basin seperti sabun dan kelengkapannya,
bau aneh itu kembali tercium.
Mrs.
White sedang asyik memperhatikan pilihan the yang terdisplay dengan manis di
tray minibar. Saya lalu melongok ke bathroom karena itu yang akan saya
terangkan selanjutnya. Saat membuka glass door yang warnanya blur untuk
memastikan semua amenities sudah lengkap. Namun alangkah terkejutnya saya,
seorang housekeeping attendant yang wajahnya pucat pasi sedang duduk di atas
kloset! Pastinya dia tadi sedang membersihkan kamar ini dan kemudian kebelet
dan ngibrit ke toilet. Lah, bau misterius yang dari tadi semerbak itu ternyata…
Hueeekkk!!!
Mrs.
White menghampiri saya yang masih syok. Sebelum benar-benar mendekat dan
melihat apa yang terjadi, saya menutup pintu bathroom dan buru-buru saya
alihkan perhatiannya dengan menyudahi inspeksi kamar dan menawarinya melihat
fasilitas hotel yang lain.
“So,
Mrs. White, would you like to see our swimming pool as well? We have swimming
pool with great view to the ocean.” Saya
berkoar.
“OK.”
Katanya.
Beruntungnya
saya, beliau mau-mau saja. Hhhh…. Hampir saja.
Sejak
saat itu, semua anak front desk kapok nglewes ke showing room lagi.
0 komentar