Customer Service

By Anna - June 14, 2013

Jamannya saya masih di The Grand Beach dan The Royal Surabaya, customer service atau telepon operator memiliki divisi sendiri yang dinamakan guest service centre.

Sesuai dengan namanya, tugasnya tak lain dan tak bukan adalah menerima telepon dari dalam dan luar hotel. Dulunya saya mengira kerjaan mereka enak, duduk manis di ruangan khusus yang dikelilingi kaca dan bebas polusi suara. Kalau ada telepon dari luar, salah tiga yang paling sering paling-paling telepon dari supplier yang minta disambungkan ke bagian purchasing (pembayaran) atau receiving (penerimaan), atau telepon dari bank yang minta disambungkan ke Human Resources Departement untuk konfirmasi data karyawan karena ada staff yang apply kartu kredit, atau telepon dari travel agent yang minta disambungkan ke bagian reservasi. Jadi tinggal mentransfer masing-masing panggilan langsung ke extension yang dituju dan beres. Khusus bagian reservasi yang jam operasionalnya hanya sampai jam 7 malam, tugas menangani reservasi di luar jam reservasi biasanya barulah beralih ke guest service centre.

Kemudahan yang saya bayangkan sebelumnya sirna sudah ketika saya benar-benar terjun ke guest service centre di The Royal Surabaya tiga tahun silam. Sebagai guest service officer, kami dibekali ‘peralatan perang’ yang cukup rumit. Selain komputer yang digunakan untuk menjalankan hotel system, kami juga harus ‘ngeh’ dengan guest service system yang terhubung dengan mesin PABX (Private Automatic Branch X-change) dan pesawat telepon yang tersambung dengan headset yang tombolnya jauh lebih banyak dari tombol keyboard laptop saya. Mesin PABX ini nanti fungsinya adalah menghubungkan pesawat telepon dengan hotel system sehingga masing-masing extension di kamar tamu yang menelepon ke pesawat telepon internal akan terlihat nama tamu yang sedang menginap, sesuai dengan nama yang ada di hotel system, sehingga guest service officer dengan mudah akan menyebut nama tamu hanya dengan melihat layar telepon tanpa harus membuka hotel system. Selain peralatan tersebut, rupanya masih ada line telepon yang khusus untuk emergency call, serta satu lagi line telepon yang tersambung dengan alat perekam yang digunakan jika ada bom threat (ancaman bom). Terakhir, ada handy talky yang digunakan untuk mengontak housekeeping jika ada tamu yang minta dimake up kamarnya atau sekedar menghubungi bellboy jika ada tamu yang minta luggage assistant.

Di Guest service department, rupanya telepon dari tamu yang meminta request seperti make up kamar, luggage assistant atau complain karena ada lampu di dalam kamar yang mati, air mampet, AC panas, dan sebagainya harus diinput ke dalam guest service system yang fungsinya untuk mencatat jam berapa ada request dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai request tamu terpenuhi. Bagus memang untuk mengingatkan jika ada request yang belum dipenuhi atau ada complain yang masalahnya belum terselesaikan. Seminggu pertama saya bertugas sebagai guest service officer, saya cukup kewalahan dengan banyaknya telepon yang masuk, banyak juga yang kompain dan request ini itu. Yang membuat saya kalang kabut adalah, saya masih belum bisa beradaptasi mensingkronkan jari-jari tangan yang saya pakai menulis request, mata yang saya pakai untuk melirik layar telepon dan melihat system, lalu telinga yang saya pakai untuk mendengarkan tamu yang sedang bicara, mulut yang saya pakai untuk menjawab telepon dari tamu, serta otak yang saya gunakan untuk menterjemahkan kalimat berbahasa Inggris dan merangkai kalimat untuk menjawab pertanyaan, serta paksaan untuk membuat keempat indera itu bekerja secara bersamaan. Duh capeknya…!

Saya jadi menyadari bahwa posisi yang satu ini benar-benar membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi dan membutuhkan kemampuan berbicara yang baik. Kalau otak sedikit saja tidak konsen, bisa membuat semuanya menjadi berantakan. Saya sendiri lumayan sering mengalaminya. Ketika menerima telepon dari salah seorang tamu, separuh pikiran saya sedang konsen mengingat-ingat kamar mana yang belum sempat saya follow up. Akibatnya, begitu telepon ditutup dan layar blank, otak saya jadi ikutan blank karena sama sekali tidak ingat kamar berapa yang barusan telepon. Jadilah seharian itu saya jadi tidak tenang, Harap-harap cemas semoga tamu yang barusan menelepon itu telpon kembali karena permintaannya belum diselesaikan. Payah!

Setahun kemudian saat saya mutasi ke bagian ballroom dan menjadi frontliner, tugas utama saya menjadi dobel; menghandel telepon dan merangkap sebagai receptionist yang menangani pembayaran sekaligus sebagai penerima tamu dan menangani reservasi untuk penggunaan ballroom. Untungnya di bagian ini telepon tidak terlalu sibuk seperti di guest service centre sehingga lama kelamaan saya sudah sangat terbiasa ngomong di telepon atau mentransfer telepon sambil mengecek system dan mencatat sesuatu di kertas bahkan sambil membuatkan reservasi atau di saat yang sama sedang menggesek kartu kredit di mesin EDC dan membuatkan nota pembayaran. Absurdnya, jari jemari tangan saya yang terlalu terampil mentransfer telepon ke nomor extension departemen lain ini ternyata ingatannya jauh lebih bagus daripada memori otak saya. Saya akan langsung pasang muka bego mengingat-ingat nomor extension housekeeping, misalnya, kalau ada orang yang tiba-tiba tanya berapa nomor extension housekeeping. Padahal, kalau sedang menerima telepon dan minta disambungkan ke housekeeping, jari-jari saya akan secara otomatis menekan angka-angka extension housekeeping tanpa saya perlu berpikir dan mengingat. Ajaib, bukan?

Hal lain yang kadang-kadang membuat lucu adalah standart greeting untuk telepon internal dan external yang seringnya tertukar karena kurang konsen. Untuk telepon external kami harus menyebutkan nama hotel, sedangkan untuk menjawab telepon internal kami harus menyebutkan nama departemen. Di hotel tempat saya bekerja yang baru, saking otomatisnya, mulut saya langsung saja greeting dengan standart greeting The Royal Surabaya sehingga penelepon balik tanya memastikan bahwa dia tidak sedang menghubungi nomor yang salah. Oh No! Hingga di rumahpun, kadang-kadang saya masih suka terbawa suasana kerja. Misalnya tiba-tiba seorang teman menelepon handphone saya, kadang-kadang saya otomatis menjawab, ”Thank you for calling The Royal Surabaya. Anna speaking, how may I assist you?” Teman sayapun langsung menertawai saya tanpa ampun.

Masih tentang telepon, menyadari saya adalah tipe orang yang mudah panik, ada saja teman yang iseng ngerjain saya. Ceritanya saya perlu menghubungi nomor telepon salah satu rekan receptionist yang schedulenya diganti karena mendadak ada salah satu dari team kami yang sakit. Telepon pertama, tidak ada jawaban. Saya pencet tombol redial. Nyambung. Setelah bunyi ‘tuuut’ yang entah ke berapa kalinya, akhirnya telepon terangkat.
“Selamat pagi, kantor polisi. Bisa dibantu?” Seorang pria bersuara serak yang menjawab.
Saya kontan jadi syok. Kantor polisi? Sejenak saya bengong, berpandang-pandangan dengan layar telepon dan menyadari sesuatu: saya dikerjai!
Tahu kalau saya kaget dan terkejut, yang diseberang malah tertawa terbahak-bahak sampai batuk-batuk. Sialan!

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar