The Alakazam Language

By Anna - May 09, 2013

Hola! Setelah menempuh 2,5 tahun perjalanan panjang di Surabaya, akhirnya saya kembali terdampar di Bali. Bukan, saya bukan berada di Grand Beach lagi, tempat kerja saya kali ini di Seminyak. Kenapa tidak di Grand Beach lagi? Alasannya, semakin tua saya inginnya yang sedikit santai. Akhirnya terpilihlah butik hotel di Seminyak yang jumlah kamarnya kurang dari 100, sehingga tidak terlalu banyak orang dan relative lebih mudah ditangani. Lalu mengapa Seminyak? Ssssttt… bosan dong liat yang tuwir-tuwir mulu di Nusa Dua… Di Seminyak masih banyak yang seger-seger meskipun mereka bakalan lebih jarang ngasih tip. Lihat pemandangan ‘indah’ cowok-cowok telanjang dada yang lagi bawa papan surfing seperti itu setiap hari merupakan asupan vitamin A. Menyehatkan mata, kata pak dokter. Hehehehe…

Karena hotel ini masih baru opening, jadilah saya selama dua minggu penuh ditraining tentang segala macamnya, mulai dari hal yang bersifat operasional, hotel brand, management, dan system baru yang akan kami pakai nantinya. Karena chain hotel ini memiliki system yang belum pernah sama sekali dipakai di property lain, didatangkanlah seorang teknisi sekaligus trainer dari Malaysia yang akan mengajarkan kami menggunakan system yang baru. Namanya Syahrier, tapi kami suka memanggilnya Pak Cik, artinya paman kalau di bahasa kita.

Pak Cik orangnya serius sekali, cara menerangkannya cepat, secepat cara ngomongnya. Meski bahasa pengantar menggunakan bahasa Inggris, tapi ya gitu deh, bahasa Inggrisnya Manglish alias Malaysian-English sekali. Seringkali, Pak Cik menggunakan bahasa Malay dan membuat kami semua malah terpingkal-pingkal.
“Ok now try to make a new booking!” Pak cik baru saja menerangkan tentang pembuatan reservasi baru dan kami diminta membuat sendiri.
Belum juga selesai membuka page reservasi, Pak Cik tanya lagi.
“Boleh?”
Peserta trainingpun bengong liat-liatan. Tadi nyuruh bikin, kok sekarang minta izin. Boleh? Boleh apanya?
“Can?” tanyanya lagi.
Wadoooh…“Bisa” gitu lo pak cik… Walah-walah… can kan bisa juga berarti kaleng. Kalau diterjemahin kan jadi aneh. “Kaleng?” emang kita-kita ini banci kaleng apa?

Lima menit berlalu. Semua peserta sibuk membuat reservasi di komputer masing- masing. Tiba-tiba pak cik memecah kesunyian.
“Dimana ada air kosong?”
Nah, lo? Apalagi ini?
“Air kosong what for Pak Cik?”, tanya saya.
“Nak minum.”
Air kosong itu ternyata air putih  atau mineral water gitu loh! Duh, pak cik..pak cik!

Besoknya karena mengantuk, saya membawa kopi dalam tumbler kecil. Dengan cuek, saya taruh tumbler tersebut di depan meja saya. Rupanya, pak cik memperhatikan dan langsung komentar.
“Comel, itu apa?”
Mampus. Masa saya dibilang comel. Pak cik keterlaluan ini. Saya langsung melek dan berniat mau nglabrak dia. Enak saja saya dibilang comel.
“What do you mean, Pak Cik?”
Dengan muka lempeng tidak berdosa, pak cik bilang,” Your tumbler. Very cute.”
Jadi comel = imut-imut? Maksud loh??!!!

Training hari itu akhinya berakhir. Kami mulai bersiap-siap memasukkan peralatan tulis ke dalam tas ketika tiba-tiba pak cik kembali membuat heboh dengan bertanya,
“Here where is place for berseronok?”
Mata kami langsung terbelalak. Pak cik mau apa? Pakai berseronok segala.
“Pak cik… what is berseronok? English please!” Seru kamu hampir barengan. Rupanya, kami punya pikiran yang sama.
“Uumm.. I meant place for having some fun.” Pak cik jawab begitu masih dengan wajah lempengnya. Tanpa dosa. Seperti tak pernah terjadi apa-apa.
“You mean, pub, disco, or what?” Saya penasaran yang dimaksud pak cik “having fun” itu yang macam mana. Ah, maksud saya yang seperti apa. Duh, mulai deh ketularan.
“Umm… macam panggung wayang, la… Ada tak?”
Nah, nah nah… aneh-aneh saja permintaannya.  Ha! Having fun-nya si Pak Cik ini “ternyata” cuma nonton wayang doang. Tapi, mau nonton wayang ditengah belantara Seminyak?
“Tak ade Pak cik… you can see wayang in Ubud, not here..” saya menyahut.
Pak cik ketawa sampai batuk-batuk. Loh, apanya yang salah?
“I meant movie. Panggung wayang is movie.”
Jiaaahhhh!!!! Jauh amat ya, panggung wayang vs bioskop!
“Kalau movie ada pak cik, dekat sini.”
“How to get there?”
“From here you can go straight to the main road, there’s a junction and you just turn right. At the second traffic light you turn left. Movie is there inside the shopping mall.” Seorang teman menjelaskan pada pak cik.
Rupanya, pak cik masih bingung. Dibukalah peta di laptopnya dan dia berusaha mengulang intruksi dari teman saya.
“Allright, dari sini saye pusing kanan… ke sana sikit pusing kiri?”
Saya + semua peserta trainee: “Pak cik lagi migraine????!”

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar